The Power of Proses #8
"Astrea grand '93 seharga, 3.4jt adalah awal prestasi yg sekaligus memupuk rasa percaya diri, meskipun itu sebenarnya alat, sarana untuk mempermudah transportasi!!"
Meski cuma mengendarai "pit onthel", tetapi 25 - 30kilo lebih sanggup kutempuh, saat itu. Karena itu satu2nya alat transportasi yg di miliki, dan rasanya juga asyik ajah goes sepeda berjam2, apalagi sambil balapan dhisek2an cepet2an pulang, dan nanti yg pulang duluan nunggu di base came warung kopi langganan.
Jujur saja kala itu untuk bicara motor, beneran belum sedikitpun terlintas di angan, mbayangin saja gak pernah, era 90an kala itu motor belum seperti jaman sekarang. Pernah suatu waktu sy cuma ndemek, megang joknya doang sudah di pelototin ma bapak "ora nduwe kebo rasah demek motor!!'
Kuno! Mungkin anak2 sekarang bilangnya, tetapi di jaman itu kasta dan status sosial masyarakat bisa di nilai dari penampilan dan cara bicaranya, kalau orang dengan pakaian bagus, mahal dan perlente sudah pasti anak orang yg mampu. Feodalisme di era itu mssih sangat kental, untuk ngomong dan bicara jelas belum sebebas jaman sekarang.
Beda sekali dengan situasi saat ini, kita akan sangat sulit sekali mengidentifikasi teman dan kawan yg kita kenal di perantauan, kecuali sudah akrab dan sering shareng open, terbuka. Melas pokoke yg sekaligus di kemas dalam strategi bakulan ider keliling kampung, dan sy di untungkan dengan tradisi jawa yg unggah ungguh perkewuh serta penuh sopan santun.
"Bahasa Indonesia yang baik dan benar itu ternyata cuma ada di bangku sekolah!!"
Itulah kesan pertama saya masuk betawi, sy cuma benggong dan mlongo ajah, soalnya orang betawi ngomongnya sangat cepat, saya mikir ngijrah dulu maksudnya apa, baru ngeh,, oohh githu!! Belum lagi rata2 rasa kepercayaan diri masyarakat pinggiran kota besar pede sekali, kontras dgn kultur hidup di kampung.
"Budaya dan pola itu pertama kali ku amati dan terus kupelajari di awal2 tinggal di perantauan".
Padahal jujur saya sebenarnya sudah bisa mengukur, menyelami potensi yg sebenarnya seberapa, aslinya gak ada apa2nya dengan rata2 kawan di kampung, tapi yah itu tadi, sudah minder dulu, dan kalah sebelum bertarung, meski secara skill dan potensi sy unggul jauh. Pengalaman pertama ini terus kujadikan pelajaran dan bekal kehidupan.
Mental celana jeans dan jam tangan sudah menjadi kebanggaan jelas gak bisa di samakan dgn situasi sekarang. Proses paling ceipat maendapatkan "tajin" akan sangat jauh dengan pola mendapatkan cepat saji serba instan.
Hal ini jelas menjadi kegelisahan untuk mentransformasikan ke anak2, meskipun jelas anak2 gak akan bisa merasakan proses orang tua, karena otomatis fasilitas yg di peroleh orang tua otomatis akan di nikmati anak2nya.
Pernah suatu waktu seminggu sebelum puasa jalan bareng keluarga ke Madiun, sepanjang perjalanan terjadi obrolan santai, sambil menikmati perjalanan bersama anak2. Istri nyletuk ngomong biasa seperti orang tua ke anaknya, nasehati ini itu dan lain sebagainya seolah2 tahu keadaan masa depan anak2nya, kemudian saya nyetuk gini ke istri : "Buk, lha wong awak'e dewe naik mobil apik bawa duit bareng anak2 saat ini lho apa pernah terpikirkan, apa pernah terbayangkan?!".
Istri diam!!
Tak ada yg gak mungkin dalam dunia ini, tugas kita cuma ikhtiar, usaha menikmati hobbi dan profesi bidang masing2, adapun hasil akhir itu bukan wenang kita, semua mutlak hak Tuhan!!
Dan, kita semua sudah gugur kewajiban kalau sudah menjalankan hak serta kewajiban sebagai abdi, hamba bagi Tuhan Sang Maha Pencipta. "Jodoh, pati, rejeki Gusti kabeh seng maringi".
#CatatanSebuahProses \M/
WEKA Express 1989 -2020***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar