Kamis, 21 Mei 2020

The Power of Proses #5

The Power of Proses #5

Dijual murah gak payu, dijual mahal malah laku, pengalaman fenomenal paling gak masuk akal itu sempat mewarnai proses panjang kehidupanku yg banyak memberi warna warni dinamika mindset pola pikir usahaku. 

Salah satu bukti paling kentara tanda2 kalau tidak bersyukur adalah malas. Padahal selama proses panjang sy tidak punya rasa malas, tapi kenapa wes tak "rewangi kerjo sikil ngo sirah sirah ngo sikil", "budal isuk muleh begi" tetap wau hidupku pas2san, boro2 buat nabung buat biaya hidup harian saja wes klimpungan. 

Kegelisahan itu terus menghantui sepanjang waktu 20th diperantauan. "Opo wae omongane uwong di lakoni", penting ora nglanggar aturane negoro, ora nerak paugerane agomo. Poso mutih, ngrowot, senin kemis, poso weton sampai melek bengi trutukan turut pinggir kali, pinggir laut kabeh wes tak enyangi. Mulyo gelem wati yo wani tinimbang urip wes nibo nangi yoh iseh ngene2iki wae, hehe. 

Tinggal dalam lingkungan kontrakan yg rata2 guru pns, serta pegawai di proyek candra asri, pisita, mambruk, marbella, asahi dan krakatau steel yg berjejer di sepanjang kawasan industri Cilegon - Anyer, banyak memberi wawasan serta warna dinamika hidup yg plural. Belum lagi asal daerah mulai sunda, jawa, padang, sulawesi, ntt dan sumatra bener2 menjadi guru pengalaman yg berhaga paiitnya buat kehidupan saat itu. Hanya saya yg usaha!! 

Bagaimana tidak? Setiap tanggal muda mereka selalu borong ke Mall dan pulang selalu saja nenteng tas putih besar yg banyak setiap buka kunci "klotek", mau masuk rumah, sungguh menjadi penderitaan buat istriku yg cuma bisa ngintip dari ordeng jendela, sambil pikiran nglantur terbang kemana2. Dan, malemnya selalu cerita dan nuntut meski secara halus ke saya ; "kapan pak'e ais kita bisa belanja bawa tas gede seperti mereka?".

Pertanyaan itu gak pernah bs saya jawab!? Karena emang bukan untuk dijawab dengan kata, paling cuma bisa nglirik ke isi dompet kulit warna hitam yg isinya gak seberapa!!

Di angan sudah jelas tergambar : mana buat belanja, beras susu anak?, mana jatah buat belanja dagangan yg sudah mau habis? mana yg buat bayar uang kontrakan yg sudah mau jatuh tempo? mana buat bsyar listrik yg sudah lewat tgl 20? Dan banyak pertanyaan lain yg gak di undang muncul di depan angan pikiran. 

Satu yg mebuat saya kaya saat itu hanyalah kominitas, kawan dan teman yg sangat banyak hingga banyak saudara, meski tinggal di perantauan tetapi bagiku serasa berada dikampung halaman. Tapi untuk kegiatan sosial kemasyarakatan kemasyarakatan dan peegaulan saya palung jagonya. 

Selain bantu teman di Bakti sosial akupuntur setiap selasa dan kamis sore - malam, saya juga aktif untuk kegiatan komunitas catur percasi di Anyer, dan kontrakan saya sering jadi base camenya, maka jangan heran saben malam banyak berjejeran gelas kopi gratisan, dan itu terjadi berbulan2. Maka gak heran sy selalu terlubat untuk semua kegiatan catur kecamatan bahkan sampai porkab Serang. 

Banyak ilmu yg bisa saya petik dari hobi permainan bidak 32 biji dalam 64 petak tetapi sangat banyak variasi dan kombinasi pola yg tak mudah terbaca, menguasai pembukaan, penguasaan centrum di permainan tengah dan finishing di permainan akhir banyak sekali  memberikan pelajaran taktik dan strategi dan varian untuk pergaulan di komunitas Maiyah kedepanya, tak terpikirkan untuk pengrmbangan usaha saya WEKA Kedepannya, saat itu belum terbayangkan, semua nature. 

Belum lagi saya kenal "Agen Koran Anyer Asri Agency", Mas Didik orang dari wonosari Jogja yg sudah seperti keluarga  selain bisa memuaskan ambisi lama saya untuk belajar dan bisa baca2 banyak buku dan semua media. Maka tak ada satupun tulisan rutin Cak Nun yg terlewatkan di kolom rutin media harian Replubika, Kompas dan Majalah Tempo, Gatra semua menjadi oase dahaga niat hati sinau. 

Tak jarang saya ikut bantu kirim koran setiap pagi di sepanjang hotel dari Anyer sampai Carita Labuhan Pandeglang. Siangnya masih tetap aktifitas biasa bakulan cuma untuk nutup kebutuhan harian, meski cuma dapat uang sabun dari bantu ngirim koran sudah sangat senang bukan kepalang, karena orientasi investasi saya di proses itu bukan uang.

Yang ada dipikiranku saat itu saya harus sibuk, dan memanfaatkan di sela waktu untuk belajar terus sinau. Dan saya terus menunggu kapan punya moment dan ketemu timing waktu untuk Buka usaha, usaha dan usaha. 

Berpuluh2 tahun kutunggu2 terus kapan peluang itu meski secara kesadaran sudah ada tapi untuk merealisasikan butuh kesabaran. Padahal dunia yg selama ini yg saya geluti bakulan, untuk merubah arah dan mencari terobosan tak semudah membalikkan tangan. 

Hingga, akhirnya momentum itu tiba!! 

Pasca Banjir Ngawi 2007, setelah balik dari kampung dengan sisa uang 500ribu WEKA terlahir juga sebagai bayi baru di tahun itu. 

#CatatanSebuahProses \M/
WEKA Express 1989 - 2020***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar