Rabu, 31 Januari 2018

Fatima Az-Zahrra as

عظم الله أجوركم و أجورنا بوفاة بنت الرسول صلى الله عليه و آله و سلم،  سيدة نساء العالمين فاطمة الزهراء عليها السلام.
Turut berduka cita atas wafatnya Putri Rasulullah saw, sayyidah Fathimah Zahra' as, 13 Jumadil awwal.

"Wahai Ali. Bersabarlah untuk deritamu yang pertama

dan bertahanlah untuk deritamu yang kedua!

Jangan engkau melupakan diriku. Ingatlah diriku yg selalu mencintaimu dengan sepenuh jiwa.

Engkau kekasihku, suamiku, teman hidupku yang terbaik,"

(Wasiat Sayyedah Fathimah as)

Mengenang Syahidnya Fathimah Az Zahra

Dalam kesakitannya, Fatimah berbisik kepada Ali.

Dia menitipkan wasiat kepada Ali, yaitu

permohonan maaf kepada Ali, meminta Ali mencintai kedua anaknya,

meminta dirinya dimakamkan pada malam hari agar saat dikebumikan tidak banyak dilihat manusia, dan meminta Ali untuk sering mengunjungi makamnya.

Saat menitipkan wasiat, tiba-tiba dua anaknya kembali dari Raudah.

Sadar kondisi ibunya, mereka mendekap Fatimah erat-erat.

Fatimah meminta keduanya agar jangan berpaling di jalan Al-Quran, jalan Rasulullah dan melawan ayahnya.

Fatimah meminta semua orang keluar dari kamarnya, dia hendak menyendiri dan ingin bersama tuhannya. Fatimah berpesan jika tidak ada lagi sahutan dari dalam kamar maka jiwanya telah hilang.

Dalam sekejap Madinah telah kehilangan mawarnya saat Fatimah kembali keharibaan tuhan.

*اللهم اغفر لها وارحمها واجعلنايارب معها في جنتك الفردوس*

Makam Fatimah az zahraa as

Ada berbagai pendapat

  sumber-sumber sejarah dan riwayat menyebutkan beberapa titik sebagai tempat pemakaman Sayidah Fatimah sa:

Di Rumah Fatimah sa,
Diantara pusara dan mimbar Nabi saw di Masjid Nabawi,

Di pemakaman Baqi di salah satu sudut rumah Aqil yang di kemudian hari setelah penguburan Abbas bin Abdul Muththalib rumah itu menjadi tempat pemakaman para Imam Baqi dan bani Hasyim yang lain.

Yg paling byk pendapat di rumah nya

Klo di liat dr hadits
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
ما بين قبري ومنبري روضة من رياض الجنة (المعجم الأوسط للطبراني، 2/120)
"Di antara kuburanku dan mimbarku terdapat taman (raudhah) di antara taman surga."
(Al-Mu'jam Al-Ausath, Thabrani, 2/120)

Ada yang bilang kalau makam beliau sengaja disembunyikan, karena situasi pada waktu itu bergejolak...

Ya krn penghinatan shbt nabi saw....pristiwa saqifah bani saidah....tanah fadaq...dan gahdir ghum

Ketika iringan pengantar jenazah puteri Nabi itu lewat, mengapa tak seorangpun dari mereka datang melawat? Mengapa pemakamannya dilangsungkan pada saat dianggap sangat tidak tepat? Mengapa pemakaman itu harus dilangsungkan di kegelapan malam yang pekat?

Selain Imam Ali (as), dan anak-anak yang turut bersamanya ialah putera-puterinya. Ada Imam Hasan (as) di sana, ada Imam Husain (as), ada Zainab, dan ada Umm Kultsum yang berjalan gontai dalam kebisuan di belakang ayahnya. Bersama mereka ada para sahabat pilihan yang sangat setia kepada Nabi saw, baik ketika Nabi masih hidup atau ketika sudah wafat. Mereka adalah Abu Dzar Al-Ghifari, Ammar bin Yasir, Miqdad al-Aswad, dan Salman Al-Farisi.

Nabi bersabda"Fathimah belahan jiwaku yang mencintainya mencintaiku yang membencinya maka sama dengan membenciku".Salam alaiki ya Fatimah

Assalammualayki Ya Fathimah.kami turut berduka Ya Zahra safaati kami ya Syaidahtu Nissa LillAlamin.

Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad wa ajjil farajahumusysyarif warzuqna syafa'atahum wal'an aduwwuhum.

عظم الله أجوركم و أجورنا بوفاة بنت الرسول صلى الله عليه و آله و سلم،  سيدة نساء العالمين فاطمة الزهراء عليها السلام.
Turut berduka cita atas wafatnya Putri Rasulullah saw, sayyidah Fathimah Zahra' as, 13 Jumadil awwal.

Rabu, 17 Januari 2018

Sinimmaar'

Kebaikan di balas kejahatan

Dalam peribahasa Arab ada istilah "jazaa'u Sinimmaar'. Artinya balasan bagi Sinimmaar.

Pribahasa ini lahir dari kisah seorang arsitek ulung bernama Sinimar.

Alkisah salah seorang raja ingin membangun istana pribadi yang megah.

Maka ia mengundang seluruh arsitek di negerinya dan memberi tahu mereka tentang apa yang ia inginkan saat itu.

Terpilihlah di antara banyak arsitek yang akan membangun istana itu seorang arsitek terkenal bernama Sinnimar.

Arsitek bernama Sinnimar tersebut segera berpikir panjang. Selesainya berpikir, ia meletakkan sebuah rancangan sketsa bangunan detail untuk istana raja.

Ia mulai bekerja dengan giat.

Akhirnya selesailah pembangunan istana raja, yakni di tepi sungai di puncak bukit, di mana bukit tersebut terletak di sebuah taman yang luas, banyak pohon dan bermacam-macam bunga.

Arsitek itu telah selesai membangun sebuah istana yang megah dan orang-orang berdatangan dari negeri-negeri yang jauh. Mereka berhenti di depan istana beberapa saat lamanya, menikmati keindahan seni bangunannya.

Raja sangat kagum dengan istana megahnya. Ia berterimakasih pada Sinnimar atas kerja kerasnya yang mengagumkan itu.

Bahagianya Sinnimar, ia berpikir tentang hadiah besar apa yang akan ia terima dari raja.

Hingga pada suatu hari raja memanggilnya, maka segeralah ia menemui raja dengan semangat.

Raja memintanya untuk berkeliling di sisi-sisi istana bersamanya untuk mengenalkan padanya ruangan-ruangan istana.

Raja dan arsitek itu berkeliling di semua sudut istana, kemudian naik ke balkon istana.

Raja menyaksikan pemandangan yang elok dari atas balkon,

kemudian bertanya pada Sinnimar:

“apakah ada istana yang seperti ini?”.

ia menjawab “tidak ada”.

Kemudian raja bertanya “

apakah ada arsitek selainmu yang bisa membangun istana seperti ini?”.

Ia menjawab “tidak ada”.

Raja berpikir cepat.. ‘

kalau arsitek ini tetap hidup, maka pasti dia akan membangun istana-istana lain yang lebih bagus dari istana ini’.

Kemudian ia meminta pasukannya untuk melempar si arsitek dari atas balkon istana.

Mereka melemparkannya, dan patahlah lehernya kemudian mati.

Orang-orang membuat perumpamaan ini (balasan untuk Sinnimar) bahwa untuk siapa saja yang melakukan kebaikan untuk orang lain, maka orang lain tersebut akan membalasnya dengan kejahatan.

Sejarah Imam Ali

YANG PALING MENYAYAT HATI DARI IMAM ALI

1. Ketika Imam Ali yg masih 18 tahun harus menyabung nyawa melawan preman-preman bayaran Qurays hanya demi mempertahankan sekantong gandum demi orang-orang tercinta yang sedang sekarat kelaparan di bukit Syiib

2. Ketika Imam Ali harus berganti peran di ranjang kematian Rosulullah saw pada malam hijroh

3. Ketika Imam Ali seorang diri mengawal ibunya dan Fatimah berhijroh ke Madinah dihadang 70 begundal Qurays

4. Ketika Imam Ali maju dalam perang tanding di Badar dgn bermodal cintanya pada nabi  Muhammad saw

5. Ketika Imam Ali menjadi perisai Nabi saw dari hujan anak panah dan tebasan pedang di Uhud, sedang para sahabat pada lari meninggalkan Nabi saw

6. Ketika Imam  Ali yang belum pulih dari luka-luka Uhud harus berhadapan dengan Amr bin Abi Wud sang pendekar seribu pedang di Yaumil Khandaq

7. Ketika Imam Ali yang masih dalam kondisi sakit mata harus duel melawan algojo Yahudi Bani Quraidhoh Merhab pada perang Khaibar

8. Ketika Imam Ali mendapati kenyataan hanya dia seorang diri yang masih peduli dengan jasad Rosulullah saw, sementara para sahabat malah pergi dan memperebutkan jabatan Khalifah

9. Ketika  imam Ali dipaksa mengganti baju militernya, menanggalkan jubah kependekarannya dan melupakan jabatan nya sebagai wasyi Rasul saw

10. Ketika  Imam Ali terpaksa meninggalkan Madinah menuju Yanbu menjadi BURUH TANI di ladang Yahudi

11. Ketika Imam Ali diancam dengan paksa untuk berbaiat kepada Abu Bakar dan imam ali hrus        menolak berbaiat  terbukti dg ucapan suci Imam Ali as.
** Aku memasang tabir terhadap kekahlifahan ini dan menutupi diri darinya ..

12. Ketika Imam Ali harus merelakan kepergian istri tercinta Fatimah selamanya dalam kondisi pilu dan merana

13. Ketika Imam Ali dilibatkan dalam sandiwara akal-akalan saat Umar hendak menentukan calon penggantinya sebagai Khalifah

14. Ketika nasehat-nasehat baik Imam Ali diremehkan Usman

15. Ketika Imam Ali sebagai menantu Nabi saw yg harus berhadapan perang melawan Aisyah janda Nabi beserta Tholah dan Zubeir di hari Jamal

16. Ketika Imam Ali terpaksa melayani tantangan Muawiyah ipar Nabi dan Amr bin Ash pada perang Shiffin

17. Ketika  Imam Ali ditentang dan dikhianati oleh pendukungnya sendiri, orang-orang beriman yang bodoh dan dungu kaum khawarij

18. Ketika Imam  Ali sekali lagi terpaksa menumpas habis gerombolan ahli ibadah yang sombong dan ujub di Nahrowan

19. Ketika Imam Ali terkapar di mihrobnya akibat pukulan pedang beracun Abdurrahman ibnu Muljam

Assalamua'alaika ya Amiril Mukminin

Sumber : Myda Idrus

MUHAMMAD ALI

CONTOH SENI AVANT-GARDE:
MUHAMMAD ALI KARYA ANDY WARHOL

Muhammad Ali adalah seorang tokoh Syi’ah yang berjaya di ring tinju.

Semula ia bernama Cassius Clay, sebelum bertemu tokoh-tokoh Syi'ah dan kemudian konversi menjadi seorang muslim dibawah didikan para tokoh Syi’ah.

Muhammad Ali juga pendukung Revolusi Islam Iran dan beberapa kali berkunjung ke Iran selain rajin berziarah ke makam Imam Hussain di Karbala setiap Asyura tiba.

Ia memilih nama Muhammad Ali sebagai bentuk ikrar bahwa nabinya adalah Muhammad dan imamnya adalah Ali bin Abi Thalib,

dengan demikian, Muhammad Ali adalah seorang muslim yang berpegang pada imamah yang punya dasar wahyu dan perintah nubuwahnya,

bukan pada khilafah yang tak punya dasar wahyunya dalam Islam.

Sedangkan tokoh Syi'ah Indonesia yang pernah dikunjunginya adalah Habib Husein Al-Habsyi.

Begitulah, ketika boss dan pemilik Hollywood Hall of Fame ingin mengabadikan namanya di tempat itu, ia menolak namanya ditulis di lantai Hollywood Hall of Fame, karena kalau namanya ditulis di lantai Hollywood Hall of Fame, maka orang-orang yang berjalan di area itu akan menginjak nama Muhammad (nama nabinya) dan nama Ali (nama washi atau pemimpin yang sah nabinya berdasarkan wahyu surat Al-Maidah ayat 67 dan khutbah Rasulullah di Ghadir Khum),

dan Hollywood Hall of Fame pun menyetujuinya, sehingga satu-satunya pesohor (legenda) dunia yang namanya ditulis di dinding Hall of Fame, bukan di lantai, adalah Muhammad Ali.

Myla Idrus

Selasa, 09 Januari 2018

USAHA TANPA MODAL BANK ‼

INFO SANGAT PENTING!
BEGINI SKEMA RIBA MENJADIKAN ANDA BUDAK

💢Terjadi penyesatan logika, ketika kita ditawari utang oleh sebuah bank, maka kita diiming-imingi dengan bunga yang murah sekali.

♥Biasanya mereka memberikan gambaran bunga HANYA 1% - 2% perbulan.

🔆Logika kita akan berbicara, dengan uang yang kita pinjam, ketika diputar untuk bisnis misalnya, setiap bulan kita bisa menghasilkan keuntungan misalnya 5% saja, maka dengan beban bunga hanya 1% - 2% perbulan, maka keuntungan kita masih ada 3%-4%.

💰Katakanlah kita pinjam uang Rp. 50.000.000,-

Dengan uang tersebut, kita berasumsi bisa menghasilkan Rp. 2.500.000 sebulan.

Sementara bunga bank hanya 1.5% misalnya. Maka besar bunga hanya Rp, 750.000,-. Itu artinya, keuntungan kita yang Rp. 2.5 juta - Rp. 750 ribu masih sisa =Rp. 1.750.000,-. Itu artinya, kita masih untung dengan melakukan pinjaman ke bank.

⛔Apakah anda termasuk orang yang berpikir seperti diatas?

Mari kita bongkar kesesatan logika kita.
✔1. Apakah anda lupa, bahwa modal yang anda dapat dari bank setiap bulan berkurang karena anda mengangsur pokoknya?

✔2. Anggap anda bisa dapat keuntungan bersih 5% dan selalu tetap (walaupun hampir tidak mungkin), maka setiap bulan keuntungan anda akan menurun karena modal yang anda pinjam harus anda kembalikan ke bank dalam bentuk angsuran setiap bulan.

✔3. Sementara modal anda setiap bulan berkurang, ternyata beban bunga yang anda tanggung tetap.

✔4. Didalam simulasi, seandainya anda mampu membukukan keuntungan tetap setiap bulan sebesar 5% (walaupun sebenarnya hampir tidak mungkin), maka di bulan ke-27, penghasilan anda akan minus, karena pemasukan anda lebih kecil dari bunga yang anda bayarkan.

✔5. Mulai bulan ini hingga terakhir, uang anda sendiri akhirnya akan ikut tergerus untuk membayar bunga setiap bulan.

✔6. Kondisi ini jauh lebih parah jika anda meminjam uangnya lebih besar lagi, dan jangka waktunya lebih lama lagi.

✔7. Kondisi minus seperti ini, biasanya tidak anda sadari, anda hanya beranggapan, bahwa anda butuh modal tambahan, sehingga, biasanya yang terjadi, sebelum lunas, anda akan mengambil utang baru lagi.

✔8. Ketika anda memutuskan mengambil utang baru, baik dengan Top Up, maupun dengan Take Over, maka anda akan kena biaya-biaya tambahan seperti: Bunga berjalan, beban beberapa kali angsuran, pinalti, provisi, biaya notaris, dll.

✔9. Sehingga pinjaman anda yang ke2, anggap anda pinjam uang 100 juta, paling anda hanya menerima beberapa puluh juta saja, karena anda masih memiliki angsuran yang belum selesai juga tanggungan biaya-biaya seperti diatas.

✔10. Jika sudah seperti ini kondisinya, maka kematian bisnis anda semakin cepat, kalau misal dipinjaman pertama anda minus dibulan ke-27, maka pinjaman ke-2 bisa jadi anda sudah minus dibulan ke 12, sehingga memaksa anda akhirnya top up lagi, ataupun take over lagi. Begitu seterusnya.

✔11. Yang harus anda mengerti, bunga dari bank 1.5% itu hanya akan anda nikmati saja dibulan pertama. Bukan setiap bulan!

✔12. Bank menghitung bunga itu dari NOMINAL PINJAMAN PERTAMA anda, bukan BESAR UANG YANG MASIH ANDA PINJAM.

❗Jadi, jangan lagi percaya, bahwa bunga 1%-2% itu murah!

🚫Silakan pakai logika anda.

💡Saya jelaskan bahayanya riba, ga pake dalil Al Qur'an, ga pake hadits. Cukup pakai akal sehat anda sudah cukup, maka anda akan mengerti bahwa riba itu seperti racun yang akan membuat kita mati, baik cepat ataupun lambat.

📚Anda yang ingin menghitung sendiri simulasinya, silakan download disini rumusnya, gratis:

https://drive.google.com/file/d/0Bzeoajn7I67WLTdfMk9jcUkydXc/view?usp=sharing
(Copy dan paste link tersebut di browser anda)

√Yang orang bank, mau marah boleh, tapi anda tidak bisa membantah FAKTA ini.

Mohon sebarluaskan informasi ini, agar semakin banyak orang yang terselamatkan dari bahaya riba.

☀Sambung roso Fardhu 'Ain, kewajiban setiap saudara

Sabtu, 06 Januari 2018

KOES PLUS TUL KOK JAENAK (2)

TUL KOK JAEENAK (2)
Tahniah kepada Habaib Koeswoyo

Emha Ainun Nadjib
Khasanah

Kalau Mick Jagger, Bob Dylan, Yon Koeswoyo, Woody Guthrie, Waljinah atau Ummi Kaltsum ikut Pop Singer Contest di manapun di seluruh belahan bumi, menjadi Juara Harapan III pun tak akan. Dunia dikuasai oleh orang pandai. Peradaban ummat manusia dikendalikan oleh ‘Parameter Akademis’.

Suara yang bagus itu begini, bernyanyi yang enak itu begitu, bermusik yang bermutu itu begono. Lima contoh legenda dunia dan Indonesia itu tidak memenuhi syarat untuk menang lomba nyanyi. Baik jenis dan warna suaranya maupun kemampuan menaklukkan nada, cengkok, vibrasi, sèlèh, ghoyah.

Karena mereka berlima adalah karakter. Adalah manusia. Adalah tajalli percikan keindahan Maha Pencipta mereka. Mereka bukan penyanyi. Bahkan mereka bukan bernyanyi atau menyanyikan. Mereka menjalani diri mereka, melakoni kehidupan mereka. Penyanyi mengatur-atur dirinya, mengga-gayakan nyanyiannya, membatasi diri, mengikat dan menjerat kedaulatannya.

Penyanyi tidak merdeka seperti Woody Guthrie, tidak “rimba raya” seperti Bob Dylan, tidak “kearifan lokal” seperti Waljinah, tidak “hati orang banyak” seperti Yon Koeswoyo. Ummi Kaltsum sedikit beda: ia bisa menang lomba nyanyi asal mau “mengalah”. Sebab lagu-lagu yang tersedia untuk manusia di dunia adalah panggung yang terlalu sempit bagi kiprah “dlouq”-nya.

90 persen Ummi Kalstum live recording, setiap lagu rata-rata satu jam, berdiri memegang sapu tangan, vokal dan energinya konstan, tanpa fals satu tel-pun. Ummi Kaltsum men-cakrawala, orkestra mengikuti jejak pengembaraan keindahannya, bukan musik membuntutinya. Musik berada di Ummi Kaltsum, bukan Ummi Kaltsum menjadi bagian dari musik.

Waljinah menerobos pagar aturan “akademis” musik: tembang “Walang Kèkèk”-nya bertengger di puncak tangga lagu-lagu pop nasional. Woody Guthrie yang “mencangkul” tanah sejarah untuk menanam benih “American Folk Revival” di pesawahan luas “Civil Right Movement” dan “Free Speech Movement”. Kemudian Bob Dylan kenapa dengan suara sengau itu jadi legendaris, ia menjawab “The answer, my Friend, is blowing in the Wind”. Dan Orkestra London hanya merumuskan Mick Jagger sebagai “The Magic”.

Yon Koeswoyo, “Abu Sab’in”, usia kepala tujuh hampir delapan puluh, membawakan 25 lagu tanpa jeda di panggung, tanpa minum. Suaranya tidak gagah, tidak hebat, tidak canggih, jauh dari setiap gagasan “kebesaran” kebudayaan modern. Yon bukan penyanyi yang menyuguhkan nyanyian untuk menghibur. Yon melagukan keindahan otentik yang sudah bersemayam di hati kebanyakan orang.

Koes, Bersaudara maupun Plus, tidak mempertandingkan diri, tetapi mereka “pilih tanding”. Mereka tidak membandingkan diri dengan siapapun lainnya, tetapi mereka tak terbandingkan. Karya mereka, terutama Mas Tony, bukan hanya ratusan, melainkan ribuan. Semuanya enak, semuanya sedap, semuanya nyamleng, karena semua karya mereka adalah jiwa orisinal semua pendengarnya. Setiap orang yang baru mendengar lagu Koes Plus, merasa sudah pernah mengenal bahkan menghafalnya.

Dari Padepokan Koeswoyo disebar piweling, indzar atau warning kepada bangsa dan Negara Indonesia: “Tul jaenak jaijatul jaeji. Kuntul jare banyak ndoge bajul kari siji…”. Wahai bangsaku, terutama wahai orang-orang yang berani-beraninya memimpin bangsa besar. Kita ini bangsa Banyak atau Angsa yang indah. Yang datang itu bukan Banyak, tapi Kuntul. Tul jaenak, Kuntul kok katanya Banyak. Bahkan itu Kuntul samaran, aslinya mungkin Musang, Beruang atau Naga. Menyamar jadi Kuntul supaya legal kalau mencucuk dan menelan telur-telur. Hati-hati kamu sedang dirampok. Buaya-buaya ternakmu kini telurnya tinggal satu…

Jakarta, 6 Januari 2018

Tulisan yang Berkaitan
Nyelawat Mas Yon
Merebak Bunga di Sorga (1)

Https: //www.caknun.com/2018/tul-jaenak/

KOES PLUS MEREBAK BUNGA DI SORGA (1)

Merebak Bunga Di Sorga (1)
(Nyelawat Mas Yon)
Oleh : Emha Ainun Najib

Mas Yon pernah bercerita tentang asal-usul lagu “Bunga di Tepi Jalan” yang ia rangkai di Yogya. Kisah “teknis”nya biarlah kita “pendhem jero”, dikubur dalam-dalam. Menjadi aurat sejarah. Tetapi maknanya bisa kita genggam jadi “jimat” di tengah Zaman Now yang penghuninya semakin banyak yang menjelma jadi “jrangkong”, tulang belulang yang kaku, kasar dan mudah melukai: di wilayah apapun, dari politik kekuasaan, pecah belah kebudayaan, bahkan pun di wilayah ketuhanan dan peribadatan.

“Jimat” dari Mas Yon yang dari lagu 1969 itu misalnya adalah kemuliaan menghijrahkan, mengangkat dan menjunjung bunga yang tergolek di tepi jalan. Lebih mulia lagi karena helai bunga itu bukan sekadar dipindah ke tempat lain yang lebih aman dari kaki-kaki manusia yang sewaktu-waktu bisa menginjaknya tanpa rasa bersalah, sebagaimana tradisi nasional di Zaman Now.

Melainkan “biarlah kan kuambil, penghias rumahku”. Dimuliakan oleh Mas Yon, ditinggikan derajatnya dari tepi jalan menjadi “mereka adalah hiasan bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka”. “Harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia”. Dan Mas Yon, juga Mas Tony, Mas Nomo dan Mas Yok telah menjalani hidup lebih tiga perempat abad untuk menikmati “amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.

Bahkan putra-putra nasab Koeswoyo yang penuh fadhilah Allah ini tidak lalai, tidak hidup bermewah-mewah bermegah-megah: “Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga…”. Tengoklah husnul khatimah Tony Koeswoyo: “Andaikan Kau datang kemari, jawaban apa yang kan kuberi. Adakah jalan yang kutemui, untuk kita kembali lagi”. Sampai akhir hayat mas Tony tak ada Ustadz yang menguraikan kepadanya formasi, sistem dan manajemen jalan hidup: Sabil, Syari’, Thariq dan Shirath.

Setiap kali mbrabak kangen kepada Mas Tony, saya putar lagu mas Tony yang dinyanyikan oleh Mas Yon: “Kunyalakan api di dalam tungku. Dingin sekali malam itu. Namun jauh dingin dalam hidupku, sejak cintamu telah berlalu… Pernahkah kau coba untuk mengerti, aku ini orang yang tiada arti. Kudengar lolongan anjing di malam hari, menunggu kesepian di dalam hatiku. Waktu hujan turun di malam itu, di bawah payung ku berlindung. Sederas hujannya airmataku, sejak kau putuskan hatimu…”

Andaikan siapapun yang mendengarkan memiliki kedaulatan untuk berpikir dan kemandirian untuk berasosiasi makna dan konteks, dan tidak berhenti pada “madzhab baku” tanpa ijtihad. Banyak di antara masyarakat salah paham terhadap siapa dan di mana alamat spiritual keluarga Koeswoyo. Saya menghibur diri dengan memutar kembali suara sangat lembut, murni dan tulus Mas Yok yang melagukan “Al-Fatihah”, serta canthas-nya vokal Mas Nomo yang menyebarkan “Piweling” Walisongo.

Tetapi, ah, apakah Indonesia Zaman Now memerlukan yang begitu-begitu. Ia pikir Yon Koeswoyo hanyalah “seseorang”. Bapaknya, kakak-kakak dan adiknya hanya “penyanyi”, itupun tidak benar-benar mengerti “penyanyi” itu apa. Kalau keluarga Koes adalah kebun keindahan, pohon-pohon kelapa sempurna berdiri di sana sini, diambil seteguk santannya saja: maka dari kelezatannya kutuliskan minimal 10 tulisan, meskipun seharusnya 100 dan senyatanya 1000. Bahkan dengan karya lebih dari 1000 lagu mereka–aku mengalah paling tidak lahir 10 Doktor dari karya dan kehidupan mereka.

Tetapi apalah dunia pra-Jahiliyah ini. Apalagi Indonesia “Amenangi Zaman Now”. Apalah artinya itu semua buat Mas Yon, bunga yang kini merebak di Sorga. Fa idza faraghta fanshab, wa ila Robbika farghab.

Tulisan yang Berkaitan
Tahniah kepada Habaib Koeswoyo
Tul Kok Jaenak (2)

Baca dan tuntaskan selengkapnya di :
www.caknun.com

Tiba di Pendopo, Cak Nun segera bertemu Pak Yok Koeswoyo. Kemudian beramah tamah bersama Pak Bupati, Sujiwo Tedjo, dan pemuka masyarakat Tuban lainnya.

Pertemuan Gembira Cak Nun-Yok Koeswoyo
Foto Headline
Foto : Adin (Dok. Progress)
Lokasi : Tuban, 25 November 2017

Kamis, 04 Januari 2018

ISLAM NUSANTARA

ISLAM JAWA
Oleh : Gus Muwaffiq.

Ternyata, jaman dulu ada orang Belanda namanya Snouck Hurgronje. Dia ini hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in , tapi tidak islam, sebab tugasnya menghancurkan Islam Indonesia.
Mengapa? Karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok melawan Belanda.
Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk. Snouck Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Dia belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.
Hanya saja begitu ke Indonesia, Snouck Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari Snouck Hurgronje itu tidak ada.
Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya Pangeran. Ketemunya Gusti. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Ada Gusti namanya Gusti Kanjeng. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun , tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.
Maka, ketika Snouck Hurgronje bingung, dia dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syekh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa.

Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego). Snouck Hurgronje dan Van Der Plas tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz .
Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk , korslet.
Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice , padahal disini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice . Begitu bukanya cuil, disini namanya menir, disana masih ruz, rice. Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego , nasi, disana masih ruz, rice.
Begitu diambil cicak satu, disini namanya
upa, disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan hancur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.
Inilah bangsa aneh, yang membuat Snouck Hurgronje judeg, pusing.
Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal. Pertama, kethune miring sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting). Kedua, mambu rokok (bau rokok). Ketiga, tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit).
Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) Snouck Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa. Maka, jangankan Snouck Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di tanah Arab.
Lihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah . Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” saja. Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”. Padahal orang Jawa nyebutnya Kanjeng Nabi.
Lha , akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini saripati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia.
Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.

Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi Rp 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih uang Rp 10 juta belum tentu mau.
Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa di Nusantara ini sedang kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian ini bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit.

Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan adanya di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-raya.
Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah.
Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain Ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni.
Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa pada waktu itu beragama hindu. Hindu itu berprinsip yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia.
Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang Gubernur atau Bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama.

Di bawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra . Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama.
Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta paria, yang hidup dengan meminta-minta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.
Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama. Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini.
Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhirawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco.
Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang.
Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa. Pada akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo . Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara.
Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus.
Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau muncul orang-orang macam Sumanto.
Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya
ngepet . Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet. Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet.
Ada 1.500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa pengamal Ngrogoh Sukma. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka Khalifah Turki Utsmani mengirim kembali tentara ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa.
Nama ulama itu Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki bala tentara Syekh Subakir, kemudian mereka diusir.
Ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro.
Karena Syekh Subakir sepuh, maka pasukannya dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi). Mereka melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik.
Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah. Maka kita punya adat tumpengan.
Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah -kan, ceritakanlah ini. Kalau ngeyel, didatangi: tabok mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.
Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di Semarang dan menetap di daerah Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro.
Disana dia punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka kemudian ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.
Nah , Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.
Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang.
Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan : ".... masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”
Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”
Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi.
Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.
Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau menanam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun , disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan.
Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada. Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat. Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati.
Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya?
Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.
Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang.
Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo . Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nyucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: … ndemok silit, gudighen.
Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat . Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat.
Keempat perkara itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan.
Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia.
Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,. ”fanfuhur ruuh” (maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed. )
Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuanya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.
Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah.
Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta.
Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim . Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa.
Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu , kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.
Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar.
Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.
Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo , sabut ngapati, mitoni , ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi.
Maka menurut NU ada ngapati, mitoni,
karena itu turunnya nyawa. Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil : lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.
Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya.
Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak. Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.
Apalagi, setelah Sinom, tembangnya asmorodono , mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati. Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh , laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.
Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Setelah Dhandanggula , menurut Mbah Sunan Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma.
Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain?
Khairunnas anfa’uhum linnas , sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya. Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur.
Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh : megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.
Terakhir sekali, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung . Manusia di pocong. Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya : siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).
Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?
Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nankir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut . Ditanya: “Man rabbuka?” , dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir apa karena tidak bisa mengucapkan Allah.
Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib buru-buru menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka . “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”
Maka, seperti itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?” , menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya: ”Plaakkk!!”. Di- canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng , takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di- udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol , ajur mumur seperti gedhebok bosok.
Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tabok mulutnya!
Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok : nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung . Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu.
Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.
Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah , kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.
Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil.
Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho , ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.
Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.
Disini itu, apa-apa dengan lambang, dengan simbol: kolo-kolo teko , janur gunung. Udan grimis panas-panas , caping gunung. Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing . Tidak cah angon ayo memanjat mangga.
Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat 'imaadudin, lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun.
Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebun, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua. Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang.
Padahal tugas Imam adalah menunggu makmum. Ditunggu dengan memakai pujian. Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana , – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin.
Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk. Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro….. . Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……. , langsung deh, para ma'mum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.
Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allahu Akbar , matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.
Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaannya dilantunkan dengan keras, agar ma'mum tahu apa yang sedang dibaca imam.
Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair: kanjeng Nabi Muhammad, lahir ono ing Mekkah, dinone senen, rolas mulud tahun gajah.
Inilah cara ulama-ulama dulu kala mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin ; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.
Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila: Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir.
Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing. Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.
Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya. "Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.
Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber. Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:
Gundul-gundul pacul, gembelengan.
Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan.
Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x
Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar.
Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan.
Kalau kepala memangku amanah rakyat kok terus gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.
Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi.
Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.
Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan, menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.
Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda.
Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.
Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada sesuatu yaitu pertanggungjawaban.
Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggung jawabkan disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.
Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama.
Meski, nama ini tidak gagah. KH Ahmad Dahlan menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.
Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in . Tabi’in bukan ashhabus-shahabat , tetapi tabi’in , maknanya pengikut.

Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in , pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa? Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari.
Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali.
Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng.
Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath.
Kemudian murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah . Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.
Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.
Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf
Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran.
Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman. Tetapi begitu para sahabat wafat, tabi’in harus mengajari dibawahnya.

Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.
Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.
Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “ Waddluha” keluarnya “ Waddluhe”.
Orang Turki diajari “ Mustaqiim” keluarnya “ Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “ Lakanuud ” keluarnya “ Lekenuuik ”. Orang Sunda diajari “ Alladziina ” keluarnya “ Alat Zina ”.
Di Jawa diajari “ Alhamdu” jadinya “ Alkamdu ”, karena punyanya ha na ca ra ka . Diajari “ Ya Hayyu Ya Qayyum ” keluarnya “ Yo Kayuku Yo Kayumu ”. Diajari “ Rabbil ‘Aalamin ” keluarnya “ Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga.
Orang Jawa tidak punya huruf “ Dlot ” punyanya “ La ”, maka “ Ramadlan ” jadi “ Ramelan ”. Orang Bali disuruh membunyikan “ Shiraathal…” bunyinya “ Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin ”. Di Sulawesi, “’ Alaihim” keluarnya “’ Alaihing ”.

Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran , namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam. Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut.
Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.
Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran.

Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung.
Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.
Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir.
Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum ,” ada saksinya. Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran.
Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.
Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu.
Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia.

Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi. Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris.
Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang.

Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama. Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia.

Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja. Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW..

Wali Alloh

Tidak ada Wali Allah yg menyamar, jika mrk sehari2 ada yg menjadi petani, atau tampak gila, misal, ya itu aslinya mereka.

Nyamar itu hal yg 'arogan', para Wali Alllah tdk seiseng itu. Mereka menyembunyikan mungkin iya, tp yg aku pahami, batal mewalian, jika ia merasa jadi wali.

Satu lagi, ada wali yg terkenal dengan karomah bahwa jika orang menyepelekannya maka akan kena 'adzab'.

Saya bahkan berpikir sebaliknya, mrk akan mendoakan yg baik2 bahkan utk orang yg menyepelekannya itu.

Makin disepelekan dan tidak dianggap, para Wali Allah ini makin bersyukur.

Sebab orang2 tdk bisa melihat tabir yg melingkupinya.

Kalau ada Wali Allah tp mudah emosi, ya gimana ya, itu dia Wali Allah, atau merasa Wali, atau dianggap Wali?

By Ali Antoni

Rabu, 03 Januari 2018

STOA

Stoa itu nama lainnya saya sebut sbg jihad perasaan.

Maksudnya, orang2 stoa ga peduli dgn perasaan. Mereka telan semua segala perasaan.

Tapi orang2 stoa masih punya rasa.

Beda antara rasa dan perasaan.

Sebagaimana beda antara agama dan agamawan. Atau badan dan hubungan badan.

##

Ali Antoni