Rabu, 21 Februari 2018

PENGERTIAN KINAYAH DAN MACAMNYA


Pengertian Kinayah dan Macam-macamnya

Ada yang faham dengan kiasan “keras kepala” dan “kaki tangan”? Saya yakin kebanyakan dari kita faham kedua ungkapan tersebut. Kedua ungkapan tersebut bermakna orang yang ingin menang sendiri dan orang kepercayaan atau suruhan. Nah kiasan seperti di atas dalam bahasa Arab disebut dengan “kinayah”. Di sini akan dipaparkan mulai dari pengertian, macam, dan tujuan dari kinayah.

A.     Pengertian Kinayah
الكنايةُ لَفْظٌ أُطْلِقَ وَأرِيْدَ بِهِ لَازِمُ مَعْنَاهُ مَعَ جَوَازِ إِرَادَةِ ذَلِكَ الْمَعْنَى
Kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya, disamping boleh juga yang dimaksud pada makna yang sebenarnya.
Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa kinayah adalah suatu ungkapan yang biasa dipakai oleh suatu kaum (dalam hal ini orang arab sebagai penutur asli bahasa Arab) dan yang dimaksud adalah bukan makna aslinya walaupun bisa diartikan dengan makna yang sebenarnya. Apabila masih bingung saya akan ambil penggunaan kinayah dalam bahasa Melayu atau Indonesia. Perhatikan ungkapan berikut!
Pak Bruno orangnya keras kepala.
Kata keras kepala diartikan sikap yang tidak mau diatur, susah dinasehati, atau ingin menang sendiri. Frase keras kepala memang sudah lazim digunakan oleh masyarakat melayu untuk menunjukkan sifat yang tadi saya sebutkan walaupun bisa saja diartikan makna sebenarnya kalau Pak Bruno memang keras kepalanya (padahal semua orang pasti kepalanya keras. He).
Begitu juga dalam bahasa Arab ada beberapa ungkapan yang lazimnya digunakan bukan pada makna yang sebenarnya. Untuk mengetahui maknanya tentu harus menanyakan ke orang Arab langsung. Supaya lebih valid aja. He. Berikut ada contoh kinayah dari sya’ir maupun dari Al-Qur’an:
عَلِيٌّ كَثِيْرُ الرَّمَادِ
Artinya: Ali mempunyai banyak abu.
Maksud dari ungkapan di atas adalah bahwa Ali adalah orang yang dermawan. Orang Arab melazimkan bahwa yang dermawan pasti suka menjamu orang dan tentunya sering masak di rumah. Dahulu kala orang masak menggunakan kayu bakar sehingga menghasilkan hasil abu yang banyak.
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
Artinya: Dan (begitu pula) istrinya (istri Abu Lahab), pembawa kayu bakar.
Pembawa kayu bakar diartikan penyebar fitnah. Istri Abu Lahab disebut pembawa kayu bakar karena dia selalu menyebar-nyebarkan fitnah untuk memburuk-burukkan nabi Muhammad s.a.w. dan kaum Muslim.
Lafadz yang dikinayahkan disebut dengan mukanna ‘anhu dan lafadz kinayah disebut mukanna bih.
B.     Macam-macam Kinayah
1.      Kinayah ‘An Shifah (كناية عن صفة)
Kinayah ‘an shifah adalah kinayah yang berupa sifat yang menetap pada maushuf.
yang disebutkan zatnya (makna hakiki) tetapi yang dimaksudkan adalah sifat dari zat tersebut. Selanjutnya kinayah ‘an shifat terbagi 2, yaitu:
a.      Kinayah qaribah
Yaitu kinayah yang perpindahan makna mukanna ‘anhu kepada mukanna bih tanpa melalui perantara. Contoh:
فُلَان ثَوْبُهُ طَوِيْلٌ
Artinya: Fulan panjang bajunya.
Tanpa penjelasan panjang lebar bahwa sekilas dapat dipahami bahwa yang dimaksud adalah seseorang yang berbadan tinggi.
b.      Kinayah ba’idah
Yaitu kinayah yang perpindahan maknanya melalui perantara. Perantara di sini tidaklah seperti adat dalam tasybih, melainkan sebab atau peristiwa tertentu yang menghubungkan kedua makna tersebut. Contoh:
جُحَا يَدُبُّ عَلَى الْعَصَا
Artinya: Juha berjalan dengan tongkat.
Maksudnya adalah Juhad sudah tua. Perantaranya adalah karena orang yang sudah tua biasanya berjalan dengan menggunakan tongkat untuk membantu berjalan.
2.      Kinayah ‘An Maushuf (كناية عن موصوف)
Kinayah ‘an maushuf adalah kinayah yang mukanna ‘anhunya berupa maushuf atau sesuatu yang disifati. Contohnya:
هُوَ حَارِسٌ عَلَى مَالِه
Artinya: Dia penjaga hartanya.
Maksudnya adalah orang yang kikir.
3.      Kinayah ‘An Nisbah (كناية عن نسبة)
Kinayah ‘an nisbah adalah kinayah yang disebutkan sifatnya namun tidak disandarkan kepada zat/orang yang memiliki sifat tersebut tetapi disandarkan kepada sesuatu yang berkaitan erat atau merupakan kemestian dari zat tersebut.
Kinayah ‘an nisbah adalah yang mukanna ‘anhunya atau lafadz-lafadz yang dikinayahkan adalah maushuf. Contoh:
الْمَجْدُ يَتْبَعُ ظِلَّه
Artinya: Kemuliaan mengikuti bayangannya.
Sifat (الْمَجْدُ) atau kemuliaan tidak disandarkan kepada orang yang memiliki sifat mulia tapi disandarkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya yaitu bayangannya.
C.     Tujuan Kinayah
Adapun tujuan dari kinayah adalah:
1.      Menjelaskan
Kinayah ini digunakan untuk memberikan gambaran yang tampak dan kelihatan. Contoh:
قَرَعَ اَحْمَدٌ سِنَّهُ
Artinya: Ahmad menghentakkan giginya (marah).
2.      Meringkas kalimat
Ungkapan kinayah bisa digunakan untuk meringkas suatu kalimat atau ungkapan yang panjang.
Contoh:
فُلَانٌ مَهْزُوْلُ الْفَصِيْلِ
Artinya: Si Fulan itu kurus anak sapinya (dermawan)
3.      Menghindari ungkapan yang dianggap jelek atau buruk
Penggunaan kinayah dalam mengungkapkan suatu ide bisa juga bertujuan untuk mengganti suatu kata yang dianggap jelek untuk diucapkan. Contoh:
هُوَ ثَقِيْلُ السَّمْعِ
Artinya: Dia berat pendengarannya. (tuli)
4.      Memelihara kesopanan
Menghindari kata-kata yang dianggap tabu atau malu untuk diungkapkan. Contoh:
اَوْ لَمَسْتُمُ النِّسَاءَ 
Artinya: atau kalian menyentuh perempuan. (berhubungan suami istri)
5.      Menyembunyikan
Contoh:
اَهْلُ الدَّارِ
Artinya: penghuni rumah (istrinya).
Sampai di sini dulu deh pembahasannya. Pembahasan selanjutnya saya publish di lain waktu ya. Trims
----------

https://hahuwa.blogspot.co.id/2017/09/pengertian-kinayah-dan-macam-macamnya.html?m=1

Balaghoh al-uslub Ta'rifuhu wa Anwahu

Balaghoh al-Uslub Ta'rifuhu wa Anwauhu
الأسلوب تعريفه و انواعه
I.                   PENDAHULUAN
Setiap bahasa memiliki uslub atau gaya bahasa masing-masing, begitu pula Bahasa Arab. Karena keberagaman uslub itulah yang menjadikan setiap pribadi tertarik untuk mengkajinya dengan berbagai tujuan yang menggerakkan hatinya untuk hal tersebut. Orang dapat dikatakan profesional, apabila mampu menggunakan uslub-uslub yang relevan dengan pendengar serta situasi dan kondisi. Untuk itu perlu adanya pengetahuan mengenai uslub-uslub dari bahasa asing yang ingin dikaji lebih mendalam.
Oleh karena pentingnya uslub, maka penulis akan memaparkan makalah tentang Uslub-uslub khususnya bahasa arab yang disertai dengan pengertian,  pembagian dari uslub itu sendiri,  serta korelasinya dengan ilmu balaghoh. Semoga makalah yang singkat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah  Pengertian  Uslub menurut Ilmuwan Timur dan Barat?
B.     Bagaimanakah Kriteria Uslub yang Baik?
C.     Ada Berapa Pembagian Uslub dalam Bahasa Arab ?
D.    Bagaimanakah korelasi antara Uslub dan Balagoh?

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Uslub Menurut Ilmuwan Barat dan Timur
Secara etimologi Uslub berasal dari kata ( سلب- يسلب- سلبا) yang berarti merampas, merampok, dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang berarti jalan – jalan yang memanjang, barisan kurma, dan cara mutakallim dalam berbicara(menggunakan kalimat). Jika dikatakan ( سلبت أسلوب فلان في كذ) maka artinya adalah aku mengikuti jalan dan madzhab fulan. Uslub juga bisa berarti fann (seni), ada sebuah ungkapan  ( أخذت في أساليب من القول) maka artinya aku mengambil seni-seni ucapan itu.
Secara terminologi para sastrawan uslub Barat dan Timur memberikan definisi dengan redaksi yang berbeda menurut latar belakang, kapasitas keilmuwan, serta kebangsaannya. Di antaranya yaitu:
Dalam tradisi Barat ilmu uslub dikenal dengan stilistika. Style berasal dari kata stilus (latin) yaitu alat tulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan itu. Pada waktu penekanan dititik beratkan pada keahlian menulis indah. Akhirnya style berubah menjadi keahlian dan kemampuan menulis atau menggunakan kata- kata secara indah.
Henry Tarigan mengatakan bahwa gaya bahasa adalah cara berbicara yang digunakan oleh pembicara dalam menyusun pembicaraanya dan memilih kosakatanya.
Muhammad Mansyur dan Kustiawan dalam buku panduan terjemah mengatakan bahwa gaya bahasa adalah metode yang ditempuh penulis atau pembicara dalam redaksinya untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya  kepada para pembaca atau pendengarnya.[1]
Ada juga yang memberikan definisi sebuah metode dalam memilih redaksi dan menyusunnya, untuk mengungkapkan sejumlah makna, agar sesuai dengan tujuan dan pengaruh yang jelas.
.Hazim ‘Ali Kamaluddin dalam bukunya ‘Ilmul Uslub al-Muqorin uslub atau gaya bahasa atau style ialah:
طَرِيْقَةُ التَّعْبِيْرِ عَنِ الْفِكْرِ مِنْ خِلاَلِ اللُّغَة[2]
Cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
Menurut Ali al-Jarim dan Musthafa Amin  bahwa uslub adalah:
المَعْنَى المَصُوغُ فِي أَلْفَاظِ مُؤَلَّفَةٍ عَلَى صُورَةٍ تَكُونُ أَقْرَبَ لِنَيْلِ الْغَرَضِ المَقْصُودِ مِنَ الكَلَامِ وَ أَفْعَل فِي نُفُوس سَامِعِيهِ[3]
Makna yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa sehingga lebih cepat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih menyentuh jiwa para pendengarnya.

            Dari beberapa definisi uslub yang telah dipaparkan di atas dapat dikatakan bahwa uslub adalah metode yang dipilih pembicara atau penulis di dalam menyusun redaksinya untuk mengungkapkan suatu tujuan dan makna, sehingga dapat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan menyentuh jiwa pendengarnya. Dan uslub terdiri dari 3 hal yaitu cara, redaksi dan makna. Dalam kehidupan sehari- hari kita berkomunikasi dengan orang-orang di sekeliling kita di rumah, di tempat kerja. Untuk mengungkapakan fikiran , perasaan dan tujuan digunakanlah bermacam- macam uslub yang sesuai dengan gaya kalimat berita, pertanyaan, perintah, dan lain-lain tergantung situasi dan kondisi.

B.     Kriteria Uslub yang Baik
Uslub yang baik adalah uslub yang efektif-sesuai definisi di atas-yaitu uslub dapat menimbulkan efek psikologis, bahkan artistik (keindahan) sehingga dapat menggerakkan jiwa mukhatab (pendengar) untuk merespon perkataan atau reaksi perbuatan atau keduanya, sesuai dengan keinginan mutakallim (pembicara).
Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria, yaitu: bernilai fashahah, sebagaimana telah dijelaskan oleh pemakalah sebelumnya dan sesuai dengan المقام (situasi kondisi). Jadi, uslub yang efektif atau uslub yang bernilai balâghah adalah uslub yang fasih, serta sesuai dengan satu atau lebih aspek situasi ucapan, yaitu:
1.      Tujuan, artinya tujuan apa yang diinginkan mutakallim dari mukhatab dengan uslubnya tersebut. Tujuan ini harus bersifat jalil.
2.      Mutakallim dan mukhatab, artinya perlunya diperhatikan siapa berbicara dengan siapa, apa status dan peranan masing-masing dalam komunikasi yang bersangkutan, latar belakang pendidikan, cara berfikir dan sebagainya.
3.      Uslub yang disampaikan mutakallim sesuai dengan tempat dan waktu ucapan, termasuk latar belakang fisik dan lingkungan sosial yang dapat membantu pembaca atau pendengar dalam memahami dengan jelas apa yang dimaksud oleh mutakallim.
Ketiga kriteria tersebut sebaiknya diperhatikan pula oleh pembaca atau pendengar, misalnya dalam uslub sehari-hari:
الساعة الآن الثالثة والنصف
Uslub tersebut dalam  مقامtertentu bisa jadi tidak dimaksudkan sebagai “pemberitahuan bahwa sekarang pukul 15.30”, tetapi dimaksudkan sesuai dengan situasi dan kondisi seperti berikut:
a.      Jika dikatakan oleh seorang ustadz kepada seorang mua’adzin menjelang datangnya waktu asar, maka kalimat tersebut bermakna “meminta mu’adzin untuk segera ber-adzan”.
b.      Jika dikatakan oleh seorang pegawai kantor kepada temannya yang masih sibuk bekerja, maka bertujuan “mengingatkan bahwa waktu bekerja telah usai” atau “mengajak temannya untuk pulang bersama-sama sesuai dengan janji yang telah dibuat sebelumnya”.[4]

C.     Pembagian Uslub
klasifikasi uslub yang berlaku pada bangsa arab secara global dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1.      Uslub Ilmiah
Uslub ilmiah merupakan uslub yang paling mendasar dan paling banyak membutuhkan logika yang sehat serta pemikiran yang lurus dan jauh dari khayalan syair. Karena uslub ini berhadapan dengan akal dan berdialog  dengan pikiran serta menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran. Kelebihan yang paling menonjol dari uslub ini adalah kejelasannya. Dalam uslub ini harus jelas faktor kekuatan dan keindahannya. Kekuatannya terletak pada kejelasan dan ketepatannya dalam argumentasinya. Sedangkan keindahannya terletak pada kemudahan ungkapannya, kejernihan tabiat dalam memilih kata-katanya dan bagusnya penetapan makna dari berbagai segi kalimat yang cepat dipahami. Untuk uslub ini sebaiknya dihindari pemakaian kata atau kalimat majaz, permainan kata dan badi’ yang dibagus-baguskan kecuali bila tidak diprioritaskan dan tidak sampai menyentuh salah satu prinsip atau karakteristik uslub ini.
Jadi, uslub ini harus memperhatikan pemilihan kata-kata yang jelas dan tegas maknanya serta tidak mengandung banyak makna, jauh dari aspek subjektif dan emotif. Kata-kata tersebut dirangkai dengan mudah dan jelas sehingga makna kalimatnya mudah ditangkap serta tidak menimbulkan banyak perbedaan penafsiran makna dari kalimat tersebut.
  Biasanya uslub ini digunakan dalam buku- buku  berwacana ilmiah, buku kuliah, sekolah dan pendidikan.
2.      Uslub Adabi (sastra)
Keindahan merupakan salah satu sifat dan kekhasan yang paling menonjol dari uslub ini. Sumber keindahannya adalah khayalan yang indah, imajinasi yang tajam, persentuhan beberapa titik keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan pemakaian kata benda atau kata kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda atau kata kerja yang abstrak. Secara garis besar  uslub ini harus indah, menarik inspirasinya, sangat subjektif, karena ia merupakan merupakan ungkapan jiwa pengarangnya, sasaran uslub ini adalah aspek emosi bukan logika. Karena uslub ini digunakan untuk memberikan efek perasaan pembaca atau pendengar. Oleh karena itu relevansi yang erat dengan jiwa pengarang dan mengesampingkan teori ilmiah, argumentasi logis, terminologis ilmiah adalah pedomannya.
Sebagai contoh  Al Imam Abu Abdillah Al Bushiri mengungkapkan tanda- tanda cinta yaitu merahnya pipi dan pucatnya wajah dengan bunga  dalam syair di bawah ini:
فكيف تنكر حبّا بعد ما شهدت َ& به عليك عدول الدمع والسّقم
وأثبت الوجد خطّي عبرة وضنى & مثل البهار على خدّيك والعنم
Artinya “ apakah engkau akan mengingkari gelora cintamu? Setelah derasnya kucuran air mata dan berbagai macam penyakit telah membuktikan adanya gelora cintamu. Dan apakah engkau akan mengingkari rasa cintamu? Setelah kesedihan karena gelora asmara telah menetapkan dua tanda yang terang pada pipimu yaitu merahnya pipimu laksana bunga mawar merah dan pucatnya wajahmu laksana bunga mawar putih. Maka setiap orang memandangmu pasti mengetahui bahwa ada cinta di wajahmu.”[5]
Contoh lain  al-Mutanabbi tidak memandang sakit panas yang kambuh seperti dokter memandangnya sebagai akibat masuknya kuman ke dalam tubuh yang menyebabkan suhu badan naik dan menggigil gemetaran. Setelah kuman itu bereaksi, maka badan akan mengucurkan keringat, melainkan ia menggambarkannya sebagaimana terdapat pada beberapa bait syair berikut:
وَزاَئرَتي كَأَنَّ بِهَا حَيَاءً     &                                فَلَيْسَ تَزُوْرُ اِلاَّ فِي الظَّلاَمِ
بَذَلْتُ لَهَا الْمَطَارِفَ وَالْحَشَايَا   &                        فَعَافَتْهَا وَبَاتَتْ فِي عِظَامِى
يَضِيْقُ الْجِلْدُ عِنْ نَفْسِي وِعِنْهِا  &                         فَتُوْسِعُهُ بِاَنْوَاعِ السَّقَامِ
......................................
Sering kali sakit panas yang menghampiriku itu bagaikan seorang dara pemalu. Ia tidak  mau menghampiriku kecuali di malam hari yang gelap.
Aku upayakan untuknya selalu selendang sutera dan kasur empuk. Namun ia menolak dan lebih suka menginap di tulangku.
Kulitku terasa sempit untuk menampung nafasku dan ia ternyata membuat seluruh tubuhku merasakan berbagai macam sakit.[6]
Contoh lain yaitu
................................................
فأَمْطَرَتْ لُؤْلُؤًا مِنْ نِرْجِسٍ وَسَقَتْ      ::       وِرْدًا وَعَضَّتْ عَلَي الْعُنَّابِ بِالْبَرَدِ
Air matanya yang bagaikan butir-butir mutiara bunga barjis turun membasahi pipinya yang putih kemerah-merahan bagaikan bunga mawar dan jari jemari tangannya yang lentik itu digigitkan ke giginya yang putih bagaikan salju.
3.      Uslub Khithabi(retorika)
Retorika merupakan salah satu seni yang berlaku pada bangsa arab .Hal yang paling menonjol dalam uslub ini adalah ketegasan makna dan redaksi, ketegasan argumentasi dan data, serta keluasan wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara dituntut dapat membangkitkan semangat dan mengetuk hati para pendengarnya. Keindahan dan kejelasan uslub ini memiliki peran besar dalam mempengaruhi dan menyentuh hati. Di antara yang memperbesar peran uslub ini adalah status si pembicara dalam pandangan para pendengarnya, penampilannya, kecemerlangan argumentasinya, kelantangan dan kemerduan suaranya, kebagusan penyampaiannya dan ketepatan sasarannya.
Kelebihan lain yang menonjol dalam uslub ini adalah pengulangan kata atau kalimat tertentu, pemakaian sinonim, pemberian contoh masalah, pemilihan kata-kata yang tegas dan hendaknya kalimat penutupnya menggunakan kalimat yang tegas serta meyakinkan. Baik sekali uslub ini bila diakhiri dengan pergantian gaya bahasa dari kalimat berita menjadi kalimat tanya, kalimat berita yang menyatakan kekaguman atau keingkaran.
Sebagaimana potongan khotbah berikut yang merupakan khotbahnya khalifah Ali bin Abi Thalib yang dapat mempengaruhi dan menyentuh hati para pendengarnya.
هَذَا أَخُوْ غَامِدٍ قَدْ بَلَغَتْ خَيْلُهُ الْأَنْبَارَ وَقَتَلَ حَسَّانَ الْبَكْرِيَّ وَأَزَالَ خَيْلَكُمْ عَنْ مَسَالِحِهَا وَقَتَلَ مِنْكُمْ رِجَالاً صَالِحِيْنَ. وَقَدْ بَلَغَنِى أَنَّ الرَّجُلَ مِنْهُمْ كَانَ يَدْخُلُ عَلَي الْمَرْأَةِ الْمُسْلِمَةِ وَالْأُخْرَى الْمُعَاهِدَةِ، فَيَنْزِعُ حِجْلَهَا وَقُلْبَهَا وَرِعَاثَهَا ثُمَّ انْصَرَفُوْا وَافِرِيْنَ مَانَالَ رَجُلاً مِنْهُمْ كَلْمٌ وِلاَ أُرِيْقَ لَهُمْ دَمٌ، فَلَوْ أَنَّ رَجُلاً مُسْلِمًا مَاتَ مِنْ بَعْدِ هَذَا أَسَفًا، مَاكَانَ بِهِ مَلُوْمًا، بَلْ كَانَ عِنْدِي جَدِيْرًا. فَوَاعَجَبَا مِنْ جِدِّ هَؤُلآءِ فِي بَاطِلِهِمْ، وَفَشَلِكُمْ عَنْ حَقِّكُمْ. فَقُبْحَالَكُمْ حِيْنَ صِرْتُمْ غَرَضًا يُرْمَى، يُغَارُ عَلَيْكُمْ وَلاَ تُغِيْرُوْنَ، وَتُغْزَوْنَ وَلاَ تَغْزُوْنَ، وَيُعْصَى اللهُ وَتَرْضَوْنَ.
Ini adalah seorang Bani Ghamid yang dengan pasukan berkudanya telah mencapai wilayah Anbar, telah menewaskan Hasan al-Bakri, telah melarikan kuda-kudamu dari kandang-kandangnya, dan membunuh banyak orang shaleh sepertimu. Telah sampai kepadaku, bahwa salah seorang laki-laki dari mereka memasuki seorang wanita muslimah dan seorang wanita dzimmi, lalu melucuti keroncongnya, gelangnya, dan kalungnya. Kemudian mereka seluruhnya pergi dengan utuh tanpa seorang pun dari mereka yang terluka dan tidak setetes pun darah mereka tumpahkan. Sungguh, seandainya ada seorang muslim mati menyedihkan setelah ini, maka tiadalah ia tercela, melainkan menurutku hal itu sangat patut. Maka sungguh mengherankan perihal kesungguhan mereka dalam kebatilan dan kelemahanmu dalam kebenaran. Maka alangkah jeleknya ketika kamu menjadi sasaran keserakahan musuh, kamu diserbu dan kamu tidak berani menyerbu, kamu diperangi dan kamu tidak berani melawan, dan Allah didurhakai di depan matamu, sedangkan kamu bertopang dagu.[7]
Sedangkan pembagian uslub /gaya bahasa dalam bahasa indonesia banyak macamnya dan sulit diperoleh kata sepakat. Henry tarigan membagi gaya bahasa kepada: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa pertautan dan (4) gaya bahasa perulangan. Setiap gaya bahasa ini diperinci ke dalam berbagai macam gaya bahasa. Gorys Keraf membaginya kepada: (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan nada, (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna termasuk di dalamnya gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan seperti perumpamaan, personifikasi, dan metafora. Setiap orang terlebih para tokoh terkenal memiliki gaya tersendiri ketika bercakap, mengarang, atau ketika berpidato, seperti gaya Bung Karno, gaya Bung Hatta, gaya Chairil anwar.[8] Namun jika dikorelasaikan antara pengertian dan pembagian gaya bahasa yang berada pada Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia banyak kemiripan.
D.    Korelasi Antara Uslub Dan Balaghoh.
Hassan Tammam dalam al ushul mengatakan bahwa Ilmu balaghoh yang terdiri dari tiga bidang kajiannya yaitu al maani, al bayan dan al badi’ memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan uslub/ gaya bahasa. Karena pada hakekatnya pembahasan ketiga bidang kajian tersebut tiada lain adalah pembahasan tentang uslub. Walaupun tiap bidang kajian tersebut memiliki pokok-pokok bahasan sendiri, namun ruang lingkup pembahasan bertemu pada pembahasan tentang gaya bahasa.
Secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Al-ma’ani membahas macam-macam uslub dari segi struktur kalimatnya seperti struktur kalimat dalam nahwu. Bedanya pembahasan struktur dalam nahwu dimulai dari kata dan berhenti sampai dengan kalimat. Sedangkan pembahasan struktur dalam ma’ani dimulai dari kalimat dan dilanjutkan dengan hubungan antar kalimat, yaitu hubungan (konteks) satu kalimat dengan kalimat lain yang terletak sebelumnya dan sesudahnya. Pembahasannya meliputi: al-ijaz, al-hdzfu, al-qoshru, al-tikroru, dzikru al-khosh ba’da al- ‘amm wa al- ‘aksu, al-I’tirodh, al-fashlu dan al-iltifat.
2.      Al-bayan membahas uslub dasar penggunaan bahasa kiasan mulai dari apa yang disebut tasybih(perumpamaan), isti’aroh lalu majaz( baik mursal maupun aqli) dan terakhir kinayah (metonomi).
3.      Al badi’ membahas uslub dan membedakannya atas dasar pertautan,  dan pertentangan, yang melahirkan keserasian, yang pada gilirannya akan berfungsi sebagai hiasan pada suatu kalam baik hiasan pada bunyi, leksikal atau hiasan pada makna.[9]

IV.             KESIMPULAN
Uslub atau gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas, sehingga dapat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan menyentuh jiwa pendengarnya.
Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria, yaitu: bernilai fashahah, dan sesuai dengan المقام  (situasi kondisi).
Uslub dalam Bahasa Arab dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: uslub ilmiah, uslub adabi (sastra) dan uslub khithabi. Ketiga uslub tersebut memiliki kekhasan masing-masing sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Uslub dengan  balaghoh meliputi ketiga bidang kajiannya yaitu al-ma’ani, al-bayan, dan al- badi’ memiliki hubungan tak terpisahkan.

V.                PENUTUP
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Tentulah penulis menyadari akan kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah yang akan datang.

[1] Mohammad Mansyur dan Kustiawan, Panduan Terjemah(Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), hlm. 59.
[2] Hazim Ali Kamaluddin, ‘Ilmul Uslub al-Muqorin, (Kairo: Maktabah al-Adab, 2009), hlm. 19.
[3] Ali Al-Jarimi dan  Musthofa Amin,  Al-Balaghah Al-Wadhihah, (Dar Al-Ma’arif, 1999), hlm. 12.
[4] Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami’  Wasy-Syawahid Min Kalamil Badi’, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002), hlm. 53.
[5] Muhammad  ‘Athiq Nur Ar-Robbani, Tabridul Burdah Fi Tarjamati  Matni Al Burdah, (Sarang:  Albarakah, 2007), hlm.2-3
[6] Ali Al-Jarimi dan  Musthafa Amin,  Al-Balaghah Al-Wadhihah, terj,  (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm. 11-12.
[7] Ali Al-Jarimi dan  Musthafa Amin,  Op. Cit.,  hlm. 15-17.
[8]  Hidayat, Al Balaghoh Li Al Jami’, (Semarang:  Karya Toha Putra , 2002), hlm. 52
[9] Ibid, hlm. 64-65