Senin, 24 September 2018

NAGA DI TANAH JATAYU (Cerita fiksi)

NAGA DI TANAH JATAYU

"Bunuh keduanya!! " perintah Indra kepada kedelapan Sempati-nya.
"Stop " Isyana berusaha menghentikan kedelapan Gardapathi adiknya.
" Aku tak ingin melukai kalian " tambahnya.
"Apalagi yang kalian tunggu? Tolol!. Atau kalian ingin bernasib seperti dua Sempati bodoh ini " ujar Indra menghardik kasar sembari menunjuk jasad dua Sempatinya yang telah tewas.
Ahirnya, kedelapan Sempati yang tersisa langsung menyerang Isyana menggunakan
astra -senjata- masing-masing. Dikarenakan Sempati bukanlah pemantra yang handal, mereka lebih memilih bertarung menggunakan
astra.

Dengan tangan kiri merapal Ajian Tameng Bayu untuk melindungiku dan mengembalikan kibasan sastrikha -pedang- para Sempati, Isyana merapal Ajian Bayusastrikha untuk menyerang balik para Sempati. Akibatnya dua orang Sempati sekaligus jatuh tersungkur dengan kaki, tangan dan sayap terpenggal.

"Maaf, aku terpaksa melumpuhkan kalian " ujar Isyana.
Serangan keenam Sempati yang tersisa semakin gencar. Dari berbagai arah mereka menyerang Isyana. Dari kiri, kanan, dari depan, belakang bahkan dari atas, namun Isyana selalu berhasil mengelak dan melindungiku.
Sembari menangkis dan sesekali membalas serang para Sempati pengeroyoknya, Isyana memintaku melata menjauhi medan pertarungan menuju Dwarapratala . Sedikit demi sedikit, di bawah perlindungan Isyana. akhirnya kami mencapai sebuah tepian jurang yang dasarnya tak nampak, inilah
Dwarapratala. Di sini, tanahnya masih mau tunduk dan patuh padaku,
"Hiat " seorang Sempati melompat mengayunkan sastrikha -nya ke arah kepala Isyana. Dengan sedikit gerakan mengelak, Isyana berhasil menghindar, dan Sempati ini pun ku sambut dengan Ajian Tapak Bhumi , membuatnya terpental ke belakang beberapa tombak, lalu tersungkur tak sadarkan diri.
"Lumayan " ujarku dalam hati. Penyerang kami kini tinggal lima Sempati dan Indra seorang.
"Cukup ! Mudur kalian " tiba-tiba Indra berteriak.
"Kanda, maaf, benar katamu tadi, tak ada gunanya kita menumpahkan darah sesama Jatayu hanya karena naga brengsek ini ".
"Aku bersedia melepaskannya, dan juga memafkan kesalahanmu membelanya dengan satu syarat "
"Apakah itu Dinda?" tanya Isyana Penasaran.
"Berikan statusmu sebagai Garudasutha padaku dan serahkan cangkang telurmu ".
Isyana terlihat ragu.
"Tenang saja, ini hanya kugunakan sebagai jaminan bahwa kau tak akan menentangku kelak, saat aku telah menjadi Garudasutha".
"Ayolah, kita kan bersaudara, dan aku mohon maaf atas ketidaksabaranku tadi " bujuk Indra pada Isyana.
"Hmm..Baiklah, sekembalinya kita ke Sembhalun, akan ku sampaikan pada ayah kita, bahwa aku mundur sebagai Garudasutha dan memilih manjadi pandita, sehingga engkau akan ditunjuk untuk menggantikanku ".
"Dan ini..., cangkang telurku. Berjanjilah bahwa kau akan menjaganya baik-baik, agar tak ada yang menyalahgunakannya " pinta Isyana sembari memberikan cangkangnya.
"A ku bersumpah atas nama ayah kita, akan kujaga cangkangmu, sebagaimana aku menjaga cangkangku sendiri" Indra bersumpah pada kakaknya.
"Baiklah Saka, mari kuantar kau menemui keluargamu "
"Tapi..kisanak, tidakkah engkau takut memasuki dunia kami, musuhmu ?" tanyaku meragukan ajakannya.
"Untuk apa aku takut? Toh aku tak berbuat jahat padamu " jawabnya.
Disaat Isyana membimbingku melata menyusuri pinggirian Dwarapratala, tanpa kami sadari, kelima Sempati yang tersisa membidikkan sayakha- nya padaku sedangkan Indra merapal Ajian Bayusayakha Mukti , dengan cangkang Isyana sebagai mata panahnya.
"Panah mereka! "
Terlambat bagi kami berdua, di saat Isyana terkonsentrasi menghalau sayakha dari para Sempati, Bayusayakha Mukti milik Indra melesat deras ke arahku. Dengan segera, Isyana membopongku lalu mengepakkan sayapnya. Namun sayang, cangkang Isyana melesat mengoyak pundak kiri Isyana dan menancap tepat di jantungku. Kami berdua pun terjatuh melayang ke dalam Dwarapratala, dan byuuuur.... tercebur ke dalam Telaga Dhanu , tepat di tengah-tengah Sarpaloka, pemukiman utama Naga Akasha . Aku tak sadarkan diri.
********
Kini, ratusan saka sejak terpanah, aku melangkah menyusuri tepian Telaga Dhanu , dadaku yang terkoyak telah tertutup, dan bukan oleh penutup biasa, melainkan cangkang milik Isyana. Menurut cerita ayah dulu, saat itu jantungku telah hancur oleh cangkang Isyana, dan tak mungkin tertolong lagi. Demikian juga dengan Isyana, pundaknya yang terkoyak mengakibatkan sayap kirinya terkulai mati dan darah mengucur dengan derasnya tanpa henti, yang cepat atau lambat akan membunuhnya.
Dengan sisa tenaganya, Isyana mencabut cangkangnya dari dadaku, menyayat dadanya sendiri hingga terbuka, memandang sekilas pada ayah dan kakekku lalu merapal Ajian Lebur Bayu Sakheti . Ayah dan kakek faham apa maksud Isyana, dan bersama-sama merapal Ajian Lebur Bhumi Sakheti . Isyana merenggut jantungnya sendiri, memotong urat-urat sekitarnya dengan cangkangnya lalu meletakkannya dalam dadaku, setelah terlebih dahulu merenggut jantungku yang hancur. Kemudian menutup lubang di dadaku dengan cangkangnya.
"Dengan mengalirnya darah Jatayu dalam tubuhnya, Anantasaka akan hidup kekal".
"Tapi, kumohon pada kalian berdua, ingatkan ia bahwa jantung dan cangkangku ini hanya titipan, hingga suatu saat kelak, keturunanku, Garuda Isyana terakhir datang memintanya kembali " ucapnya sebelum akhirnya Muksa , musnah menjadi debu keemasan, terurai terbawa angin.
Dan disinilah aku menanti, selama ratusan saka, menunggu keturunan terakhir Garuda Isyana, yang menurut ramalan akan membebaskan bangsa Naga.

NOTE: cerita ini diikutsertakan dalam lomba penulisan cerpen Fiksi Fantasi Fantasi Fiesta 2011

"NAGA DI TANAH JATAYU - Halaman 6 - Wattpad" https://www.wattpad.com/1616338-naga-di-tanah-jatayu/page/6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar