Minggu, 14 Mei 2017

Mukadimah

Babat, Bibit dan Bobot

Maha Suci Allah dari segala kebatilan yang dikandung oleh perkataanku. Maha Agung Ia dari segala kotoran yang termuat oleh ucapanku.

Segala yang selain Ia, hanyalah keniscayaan yang tidak niscaya. Allah mengungkapkan cinta dengan memancarkan cahaya. Cahaya yang Ia cintai dan Ia puji. Segala yang diciptakan hanyalah bagian dan kelanjutan dari yang menciptakan. Dan segala yang diciptakan oleh Allah hanyalah bagian dari Maha Diri-Nya sendiri, serta merupakan wujud ungkapan dari kemauan-Nya sendiri untuk menciptakan dan menyelenggarakan.

Kondisi ibu pertiwi pada era sekarang sudah dalam kategori sakit sakitan, di mana korupsi dan sistem kepemerintahan yang semakin tidak berpihak pada rakyat kecil, hingga moral dan akhlak materialisme sudah menjadi budaya dimasyarakat pada umumnya

Dengan kondisi demikian tidak semudah itu kita bisa memperbaiki bangsa ini yang sedemikian sakitnya, siapapun pemimpinya tidak akan sangup memperbaiki problema bangsa ini dalam jangka pendek, memang harus teradi regulasi total dari atas sampai bawah dan juga perubahan sistem kenegaraan.

"Dalam bahasa jawa ada istilah Babat, Bibit dan Bobot"

Babat atau memangkas biasa kata babat dipakai untuk mengawali, jurus jalan panjang maiyah merupakan bentuk Babat/memangkas generasi yang mampu untuk berdaulat dan tangguh yang pada akhirnya ia akan siap masuk untuk membuat regulasi regulasi besar dari bawah. Babad bermakna juga mengawali, memulai untuk nandur, menananam kembali nilai nilai budaya leluhur yang di zaman sekarang ini mulai luntur dari rasa nasionalisme setiap generasi abad milenium.

Bibit yang artinya benih, maiyah merupakan bentuk organisme yang tidak terikat oleh siapapun, maiyah hanya terikat oleh Allah dan Rosulluloh yang dijadikan audies jalan hidup.

Bobot adalah Berat yang dalam bentuk nilai, menjadikan manusia yang berbobot, manusia tangguh dan berdaulat yang akan membuat regulasi besar dari bawah hingga pada pemimpin pusat.

Itu semua merupakan jurus jalan panjang yang harus dilakukan oleh setiap anak bangsa sebagai kontribusi jiwa nasionalisme kepada negaranya.

Pola pikir masyarakat kita memang terlanjur dipaksa menjadi hyper-masculine, di mana segalanya menjadi padatan yang saling terpisah, bahkan berlawanan. Definisi menjadi baku sehingga dia tidak menjadi pintu awal pemahaman akan keluasan namun justru jadi batasan penyempit makna. Akademisi berpikir fakultatif, bukan demi mengakui limitasi data dan jangkauan tapi justru untuk mengkerangkeng dirinya sendiri.

Tentunya tema kali ini kita angkat untuk mendiskusikan (ngopi gayeng) lebih luas dalam prespektif jamaah hingga menjadi pijakan kita semua untuk melangkah bersama sama menuju indonesia yang lebih baik.

“Waktu ngopi, waktu makan inget Tuhan nggak? Waktu jualan di pasar apa ingat Tuhan? Itu bukan berarti Anda tidak inget Tuhan. Yang penting Anda membawa kesadaran itu ke mana-mana.”
Syukur atas anugerah ilmu dari-Mu ya Allah untuk melayani dunia. Tetapi yang kubawa kepada-Mu hanya kerinduan untuk bertemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar