Sabtu, 20 Mei 2017

JIBRIL DATANG TERLAMBAT HARI INI (ALI ANTONI)

__

"Airaaa... Airaaaa...."

"Iya Mak..."

"Itu sudah adzan kamu tidak dengar?!"

"Iya, ini Aira sudah wudlu Mak,,"

"Sikunya sudah basah?!"

Aira tidak menjawab, hanya tersenyum kecut.

"Kebiasaan! Ulangi lagi wudlu-mu Nak! Tidak sah kalau sholat jika sikumu kering!"

Aira melangkah lagi ke tempat wudlu. Tanpa mengulangi dari awal, hanya membasuh bagian yang kering, Aira langsung masuk ruang sembahyang yang kecil di samping sisi rumah kayu orang tuanya.

Ibunya sudah menunggu dengan mukena yang kumal dan tak tersentuh panas setrika.

Selesai sholat, Aira yang biasanya semangat lanjut bermain, terdiam.

"Ada apa?! Mau minta uang jajan? Mak enggak punya, tunggulah sampai sabtu nanti..."

Aira tidak menjawab, air matanya berkaca-kaca.

"Kenapa? Fitri mengejekmu lagi?!"

Aira tetap tidak menjawab.

"Nak, jawab! Ada apa? Kamu lapar? Masih ada nasi sisa kemarin kalau mau makan. Tapi Mak tidak punya lauk. Sabtu Mak janji beli ikan asin kesukaanmu di pasar. Om Ijal baru bisa kasih gaji nanti Sabtu."

Aira makin sesenggukan.

"Kamu kenapa Nak, jangan bikin Mak makin bingung?!"

"Aira kangen Bapak, Mak..."

"Iya Aira, Mak juga sama, biasanya mau puasa gini, Bapakmu bersih-bersih rumah. Semua dilap, di cat ulang, seolah malaikat Jibril mau datang."

"Depan rumah juga Mak, Bapak buat pagar baru dari bambu, tanam bunga ini itu, dan aku selalu menggangunya Mak, dan Mak selalu marah, teriak Airaaa jangan ganggu Bapakmu, kapan selesai kalau seperti itu..."

"Dan kau Aira, tidak mau dengar kata Mak, kau terus rusuhi Bapakmu, dan berlari ke sana sini, bernyanyi, dan teriak-teriak..."

"Sampai teriakanku hilang ya Mak, seiring dengan kepergian Bapak..."

"Sudahlah Nak, jangan terus kau kenang, mungkin Bapakmu sudah tewas dimakan hiu atau paus!"

"Memang paus makan orang Mak?!"

"Bisa jadi Nak, itu coba kau lihat kisah Nabi ditelan paus!"

"Tapi bapak bukan Nabi, Mak! Tak mungkin ia telan, ikan hanya menelan Nabi saja Mak!"

"Sok tau kau Aira, bisa jadi Bapakmu kawin lagi dengan wanita yang lebih muda entah di seberang sana!"

"Kawin lagi?"

"Iya Aira, kau harus tau, sebagian lelaki di dunia ini sangat kejam kelakuannya terhadap perempuan!"

"Iya Mak, tapi Bapak bukan salah satu dari mereka!"

"Usiamu masih muda Nak,,"

"Tapi tidak terlalu bodoh untuk tau hal ini bagi anak perempuan berusia 12 tahunan Mak..."

"Kau keras kepala seperti Bapakmu!"

"Karena aku adalah anaknya Mak!"

"Sudah! Cukup! Jangan kau ulangi lagi, Bapak macam apa, dua tahun tidak pulang?!"

"Bapak pasti pulang Mak!"

"Dengan istri mudanya tadi, dan dengan seorang bayi tanda cinta mereka selama ini?!"

"Tidak Mak!"

"Lantas?!"

"Dengan Jibril Mak..."

"Apa kau bilang Aira?! Heh, jaga mulutmu!"

"Aku semalam bermimpi, dan aku melihat Bapak..."

"Itu hantu Bapakmu!"

"Tidak, itu Bapakku asli, dia menatapku..."

"Kau terbawa rindu Aira..."

"Ya, jika saja aku tak melihat malaikat di samping Bapak!"

"Aira, itu pertanda bahwa Bapakmu sudah mati..."

"Mak, aku mengenal sorot mata orang mati atau tidak, di alam mimpi..."

"Aira, cukup, khayalanmu bisa membuat Mak banyak berharap nanti. Sudah cukup Mak selama ini hanya bertemu khayalan-khayalan semu..."

"Ini bukan khayalan Mak..."

"Omong kosong, apapun itu, tidak membuat Bapakmu kembali ke sini..."

"Ia akan datang Mak..."

"Ya, hantunya!"

"Tidak, sungguh Bapak akan datang!"

Mak tidak menjawab, ia melepas mukenanya, dan tanpa menghiraukan perkataan Aira yang terus meyakinkan bahwa suaminya akan kembali ke rumah, Mak melanjutkan kerjaannya di dapur.

Aira duduk terpekur.

Khayalan atas kerinduan pada Bapak melintas terus di ingatan.

Sampai satu suara menghilangkan lamunan Aira.

Pintu rumah di ketuk seseorang.

Dengan malas Aira beranjak.

Dan ketika pintu dibuka, Aira terbelalak, nafasnya sesak dan nyaris pingsan, sebelum dengan cepat, si lelaki itu memeluk tubuh Aira.

Mak yang menyusul ke pintu depan, juga berdiri kaku tak bisa bergerak.

Bapak pulang hari itu.

Masih dengan pakaian yg sama, koyo di kening belum lepas, dan rambut yg juga tak berubah.

Sang Bapak tak kalah merasa heran, ia melihat rumahnya lebih kusam, berat Aira bertambah, dan istrinya tampak sangat lelah.

Padahal ia hanya pergi semalam meninggalkan rumah.

Seperti biasa, melaut dan pagi terlambat merapat.

##

Ali Antoni,
Jogjakarta, 20 Mei 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar