Sabtu, 02 Juli 2016

~.:: Sedang Berpesta atau Berpuasa di Bulan Ramadhan? ::.~

Memuliakan bulan Ramadhan tidak sama dengan memeriahkan bulan Ramadhan. Memuliakan memang tidaklah sama dengan memeriahkan. Sebab kata meriah lebih dekat ke kata atribut.

Sebuah pesta ulang tahun anak SD dikatakan meriah kalau pesta tersebut penuh atribut (misal balon, pita, kue dengan lilin menyala, dan tiupan terompet). Tidak ada pesta ulang tahun anak SD dikatakan meriah kalau pesta tersebut nuansanya khusyuk, berisi doa, dan penuh linangan air mata.

Bulan ramadhan adalah bulan puasa. Padahal, kita tentu tahu, inti dari ibadah puasa adalah mengendalikan hawa nafsu. Puasa adalah mengendalikan. Puasa adalah sebuah laku tirakat untuk "tidak" pada yang "ya".

Puasa adalah ketika kita "tidak makan" pada yang "ya boleh dimakan". Puasa adalah ketika kita "tidak melampiaskan" pada yang "ya boleh dilampiaskan". Puasa adalah sesuatu yang berkaitan dengan spiritual.

Kalau puasa adalah sesuatu yang spiritual, tentu kata puasa lebih dekat ke kata khusyuk. Bukan meriah. Bukan penuh atribut.

Lantas termasuk golongan manakah diri kita? Sedang pesta di bulan Ramadhan, ataukah sedang puasa di bulan Ramadhan?

***

KH. Ahmad Mustofa Bisri pernah bercerita tentang strategi setan menjauhkan umat manusia dari ridha Allah. Setiap perintah Allah kepada hambaNya, setan selalu punya sedikitnya dua cara menggoda agar perintah itu tidak terlaksanakan. Pertama, setan menggoda agar perintah tersebut dilaksanakan kurang dari semestinya. Kedua, setan menggoda agar perintah itu dilaksanakan berlebihan dari semestinya.

"Dan setan tidak peduli cara mana yg berhasil..." pungkas cerita kyai sepuh yang lebih akrab disapa dengan panggilan Gus Mus tersebut.

Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat awam selama ini, ketika menyikapi bulan puasa dari tahun ke tahun, sepertinya cocok dengan cerita beliau. Banyak sekali masyarakat awam yang serba keliru-keliru dalam usahanya memuliakan bulan Ramadhan.

Bisa kita lihat fenomena di sekitar. Banyak sekali yang menargetkan khatam baca Al-Qur'an sebanyak-banyaknya selama bulan puasa, tapi sedikit sekali yang menargetkan mengurangi sifat buruk sebanyak-banyaknya selama bulan puasa. Banyak sekali yang berusaha sanggup sholat tarawih sebulan penuh, tapi sedikit sekali yang berusaha sanggup berakhlak baik sebulan penuh.

Kita lebih sibuk mengejar ibadah sunnah, tapi justru melalaikan ibadah wajib.

Nabi Muhammad diutus Allah bukan untuk mengajari umat cari pahala sebanyak-banyaknya. Atau mengajari umat untuk bermain undian lailatul qadr di 10 malam terakhir bulan Ramadhan di setiap tahun.

Nabi Muhammad diutus Allah untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak umat manusia. Tentang hidup jujur, sabar, memuliakan perempuan, giat bekerja, menjauhi sifat tercela, cara menggapai ridha Allah, dan sebagainya.

Yang poin substansial, kita abaikan. Yang sekadar seremonial, justru kita agungkan. Yang penting, kita remehkan. Yang remeh, justru kita pentingkan. Yang mulia, kita anggap biasa. Yang biasa, justru kita anggap mulia.

Mumpung ini masih awal bulan Ramadhan. Mumpung belum terlalu terlambat. Jika bulan Ramadhan kita selama ini adalah sebuah "pesta", marilah kita sedikit demi sedikit mulai mem-puasa-kan bulan Ramadhan sejak tahun ini.

***

Jangan sampai kita lebih mengejar one day three juz selama bulan puasa, supaya dapat pahala satu kontainer, syukur-syukur dapat undian lailatul qadr, tapi kita biarkan sifat iri-dengki-hasud masih merajai hati. Sebab membersihkan hati itu hukumnya wajib, sedangkan khatam membaca Al Qur'an sebulan tiga kali itu hukumnya sunnah.

Tentu aneh bila kita lebih sibuk mengejar ibadah sunnah dan di sisi lain justru melalaikan ibadah wajib selama bulan Ramadhan.

Jangan sampai kita menjadi manusia yang bangkrut. Punya tabungan pahala seratus kontainer, tapi karena akhlaknya jebol, semua amalan itu tidak diterima Allah. Lalu pahala sebanyak itupun dibagi-bagi ke semua orang yang pernah kita zalimi. Maka mari kita jadikan bulan puasa tahun ini sebagai momentum untuk memperbaiki diri.

Dengan langkah pertama mengubah cara berpikir. Seperti nasehat KH. Muhammad Ainun Nadjib, "Jangan mencari surga, tapi carilah ridha Allah!"

Jadikan surga hanya sebagai efek untuk diri kita karena berusaha menggapai ridha Allah. Sebab, orang yang ingin masuk surga, belum tentu bisa bertemu Allah. Sebaliknya, orang yang ingin bertemu Allah, pasti dapat surga. Lanjut beliau yang lebih akrab disapa dengan panggilan Cak Nun.

Dan salah satu cara paling jitu untuk menggapai ridha Allah adalah dengan berusaha meniru akhlak Nabi Muhammad sebisa-bisanya.

~0&~

Tulisan ini lahir sebagai wujud rasa syukurku pada Allah, demi rasa terima kasihku pada kalian, dan karena rasa cintaku pada Indonesia, salam.

Doni Febriando, Yogyakarta, 22 Juni 2015.

#
Salam takzim untuk Gus Mus dan Cak Nun, al fatihah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar