Lik Ganep Lik Ganjil #5
Sambil menyilakan dua kakinya diatas kursi mas Al menyela rentetan kata kata lik Ganep.
" Whooii... panjenengan memang Iyeess, tak kalah dengan dosen filsafat di kampus saya. "
" jabang bayi ! Tobil anak kadal ---- denbaguse Al pengkal njaran ! Kepiye nasibmu gus ? " Lik Genep nggablog ngoyok-oyok punggung mas Al dan lanjut cerita.
" Aja ngenyek pean gus ! Mbok-cilikmu ini sudah bayak makan garam, nglakoni urip lebih dari setengah abad. Sinau dipaksa dihajar kahanan, kesandung kejungkel- jungkel ing-rata kebentus ing-awangawang. Bagaimana itu --- kesandung dijalan yg mulus dan rata, kebentur oleh angan-angan ?
Berbeda dengan dosenmu, duduk di kursi empuk katakatanya dibayar. Ndak sama dengan bulikmu berani cerita karna menjalani. "
Barangkali lik Ganep tak kuasa menyampaikan ungkapan yg tersimpan dalam benaknya. " Tutur kata adalah tentang bagaimana kau menjalani kehidupan. Kalau katakata hanyalah sekedar kata dan cara hidup adalah soal yg lain, kau sesungguhnya hanyalah orang munafik yg menularkan kebohongan."
Mbah Karsa terkekeh ringan, entah berapa kali beliau menyeruput isi cangkir teh sambil menyimak perbincangan lik Ganep dan mas Al. Tak ada kebahagian melebihi seorang kakek yg dimanjakan oleh kecerdasan anak cucunya.
Jam dinding yg lekap di tembok menunjukan waktu semakin larut. Entah kapan kehadiran ---- "Kaki Emong Nini Emong kang momong jabangbayine Gajil Peparinge Gusti " berkenan menerima sesaji mbah Karsa. Nasi tumpeng berikut ubarampe sudah nampak pucat layu. Malam mengantarkan sunyi, angkup si bunga pohon nangka berdering dering, derit batang bambu merintih disahut jeritan burung malam.
Saatnya manusia merehatkan sejenak kelima indranya mengetuk pintu ruang hening. Atau memilih kematian dan mengubur akal.
bersambung....
Wahyu Sunarto 19.09.2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar