"Para sisnyanku prasamya, umigal ta kita maring telangin setra gandamayu. Sigrakopa rengenta kemenak kangsi suara lango. Pinuja de Hyang Bhattari astu anugraha siddhi wisesa angadakaken gering merana"
Penggalan tersebut adalah kisah Calonarang menari dengan para muridnya di kuburan, dan memuja Hyang Bhattari Durga sembari memohon anugrah guna menciptakan wabah/epidemik. Tarian Tantrik pun digelar, dengan mengkuti pola mandala yantra dengan Ni Calonarang berada pada titik pusat, murid mengitari membentuk lingkaran. Sebuah tarian magis dalam memuja kekuatan Dewi Durga dalam asapeknya sebagai Panca Durga.
Selanjutnya, mereka menurunkan lima kekutan Durga sebagai Sridurga pengendali sekaligus penguasa bhutakala dan yaksa, Daridurga penguasa bhutakapiragan, Sukridurga penguasa bhuta kamala kamali, Rajidurga penguasa bregala bregali dan dewi Durga sendiri sebagai penguasa Panca Bhuta. Kekuatan ini masing-masing berada pada empat arah mata angin dan berpusat pada satu titik pusat hingga berpola Tampak Dara atau Catus Pata (tanda +).
Dari mandala inilah mereka menyebar wabah yang mengerikan. Masing-masing bhuta diutus untuk menciptakan kehancuran melalui empat arah. Kekuatan penghancuran yang diciptakan merupakan kekuatan hasil dari sebuah ritual esoterik avidyatantra (jalur tangan kiri) di mana mereka memainkan pusaran energi kosmik ke arah kiri (melawan jarum jam). Putaran ke kiri adalah menimbulkan kekuatan sentrifugal yakni pelepasan. Jadi, energi bhuta dilepas, maka akan menimbulkan chaos atau ketidak seimbangan lima elemen (panca maha bhuta).
Pada masing-masing arah catuspatayantra mandala dikendalikan oleh sisya Calonarang di mana mereka sudah dibekali bijaksara sebagai "kata kunci" untuk memainkan aksara yang tiada lain adalah getaran gelombang (baca teori resonansi, bahwa getaran menimbulkan suara). Lenda berada di timur, ia personifikasikan dirinya sebagai Sridurga.Membuat penyakit, maka bhuta kala adalah energi yang dilepaskan. Bijaksara SANG sebagai kata kunci. Di alam mikro (tubuh) ia berada di jantung. Sadyojata dipuja sebagai Iswara SAD dibalikkan menjadi SYAM AH ONG, Iswara menjadi Kursika mejadi Bhuta Dengen akan membuat manusia bingung, pikiran kalut, emosi tidak terkontrol, marah yang memuncak dan berujung pada kematian mendadak tanpa sebab.
Lendi-lendi berada di selatan, ia mempersonifikasikan dirinya sebagai Daridurga. Sakit dibuat, bhuta kapiragan adalah energi yang dilepaskan. Bijaksara BANG sebagai kata kunci, di alam mikro ia berada di hati. Bamadewa dipuja sebagai Brahma BA dibalikkan menjadi BAM AH ONG RANG, Bhamadewa menjadi sang Garga menjadi bhuta Mong membuat nafsu tidak terkendali, pikiran kacau, stres tanpa sebab, sakit kepala hingga berujung kematian.
Adiguyang berada di barat, ia mempersonifikasikan dirinya sebagai Sukridurga. Bhuta kamala kamali disebar membuat penyakit sebagai energi. Bijaksara TANG kata kuncinya, Alam mikro berada di ungsilan. Tatpurusa dipuja sebagai Mahadewa TA dibalikan menjadi TANG AH ONG RENG, Tatpurusa menjadi sang Meitri menjadi Bhuta Naga membuat perut sakit, ksehatan pencernaan terganngu, diare dan muntah hingga berujung pada kematian.
Waksirsa berada di utara, ia mempersonifikasikan dirinya sebagai Rajidurga. Bhuta bregala sebagai energi untuk menyebar penyakit. Bijaksara ANG kata kuncinya, alam mikro berada di empedu. Aghora dipuja menjadi Wisnu ANG dibalik menjadi AH ANG ONG RUENG, Aghora menjadi sang Kurusya menjadi bhuta bhuaya membuat nyali terganggu dan berujung pada kematian.
Larung bersama Calonarang berada di tengah, mereka mempersonifikasikan dirinya sebagai Dewidurga. Panca bhuta disebar untuk membuat segala macam penyakit. Bijaksara ING sebagai kata kunci, di alam mikro berada di tengah hati. Isana dipuja menjadi Siwa sakti ING YANG dibalik menjadi YANG ING AH ANG RUNG, Isana menjadi Bhuta jangitan membuat komplikasi penyakit.
*****************
Sebua refleksi, bahwa appun praktik tantra yang digambarkan calonarang, adalah sebuah gambaran indah tentang kasanah ilmu yang terbangun dari perjumpaan dari beberapa konsep ketuhanan. Selain memang hal tersebut menjadi sebuah refleksi diri hidup pada zaman glokalisasi. Epidemik yang disebar Calonarang beserta dengan muridnya adalah sebuah gambaran bagaimana para bhuta itu dari dulu hingga kini bersarang dalam diri. Konon, para bhuta menyebar panyakit ke arah empat mata angin dan berdiam di sana. Kini, mereka tidak lagi brsemayam pada arah catus pata arah mata angin, tetapi bersarang di catus pata diri, yakni pikiran, hati, ucapan dan tindakan. Jika bhuta masih mempengaruhi pikiran, hati, ucapan dan tindakan maka sangat perlu diruwat. Bhuta mulihnia menadi panca dewata dan nunggl Angkara dengan Ahkara menjadi Ongkara sebagai rasa yang santa, harmoni, damai, dan #rahayu.
**************
sumber:
Lontar akitan calonarang
Lontar kawisesan calonarang/Paradah
Lontar bhuwana mareka
Lontar purwana bumi tuwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar