Berangkat dari membaca buku ‘’SLILIT SANG KIAI’’ awal tahun 90an penulis mulai terasuki terror pemikiran pemikiran Emha Ainun Najib. Tulisan tulisan beliu terus mengusik hati dan pikiran, mengamiini sebagai bentuk idiologi sambil terus memantau aktualisasi seorang Emha di tengah Indonesia. Belajar dengan melihat pengalaman selama ini dimana seorang aktivis menjadi memble ketika masuk pusaran kekuasaan . Hal ini yang mendasari untuk tidak begitu saja percara kepada seorang figure.
Reformasi 1998 menjadi moment
yang sangat meyakinkan bagi pribadi penulis untuk menghancurkan kesangsian
terhadap seseorang yang kini ku hormati sebagai mbah Nun, manusia yang sungguh
mampu mengebiri sahwat kekuasaan dan populeritas. Petuah
petuah imajiner beliau terus menuntun laku dan langkah ketengah masyarakat.
Mimpi dicuekin atau dimarahi mbah Nun adalah sebuah fakta batin yang layak
direnungi untuk memperbaiki diri terus menerus. Alhamdulillah sampai hari ini
untuk sekedar menghaturkan sungkem secara seksamapun belum bisa keturutan.
‘’Menyapa’’ … sebuah kata
pusaka dari mbah Nun sebagai modal
pertama untuk turun ditengah masyarakat. Urap dan urup sambil terus sinau skala
dan koordinat. Mendifinisi ulang nilainilai agar tetap lekat dalam diri dan
diserbuksarikan ke tengah lingkungan. Hatihati, cermat, kalau perlu waskita
menghadapi padatan padatan ditengah masyarakat adalah satu hal yang mendasari
setiap langkah, kalau tak ingin patah arang di kemudian hari.
Majlis Melek Malem [3M] lahir
awal th 2000an merupakan wadah kecil yang kami selenggarakan setiap malam
jum’at di Anyer, Banten. Tempat kami berkumpul sinau bareng tentang hidup.
Dihadiri oleh; tukang somay, bakul jamu keliling, pegawai hotel, karyawan
pabrik, dirut sebuah BUMN, Ahli Kimia, Kontraktor bangkrut, sopir angkot,
pemuda yang tengah kuliah hingga yang baru mentas SLTA, d’mal [dan masih ada
lagi]. Mengalir tanpa ada formalitas,
menggali nilai keberagamaan , memecahkan problem problem kewirausahaan dan tak
lupa kami guyon dan latihan ngguyu dewe. Sungguh majlis kecil yang serasa oase.
Masing masing anggota jamaah 3M membiasakan merentang telapak tangannya sediri
menengok garis tangan untuk ditafsir sebagai guratan perjalanan takdir yang
harus terus ditempuh tanpa boleh dipenggal oleh keputusasaan.
Sepotong kisah dari seorang
anggota jamaah 3M; sebut saja namanya
pak Jali, lari merantau dari Boyolali ke Anyer karena kebangkrutan usahanya,
menyambung hidup bersama keluarga dengan berjualan cilok keliling. Hingga
bertahun nasib baik belum juga kunjung menghampiri, bank plecit masih terus
membelenggu langkah kaki, sampai suatu ketika majikjar [tempat nasi] pun
ditumplek isinya oleh tukang kredit keliling untuk disita sebagai jaminan
utang. Istrinya dirayu untuk disetubuhi sebagai ganti pelunasan utang.
‘’astagfirullah’’ . ‘’urip kudu
perwira’’ begitu prinsip pak Jali yang sering melantunkan dan medar tembang
tembang mocopat kala berkumpul di 3M. Dan puji Tuhan dengan kaprawirannya kini
beliau sudah mampu mandiri dengan beternak ayam sayur tanpa ngrusuhi pemerintah
RI. Jangan bayangkan pak Jali sebagai kasatria yang berdedek piadek gagah
pideksa, lelaki paruh baya dengan empat anak ini berperawakan kecil agak tinggi
kulit nyawobosok rambut selalu cepak mirip Eddy Murpy. Walau bukan vegetarian
ia akan muntah kalau dipaksa makan daging dan segala jenis ikan. Datanglah
padanya untuk belajar tetap bisa ketawa walau langit diatas bumi pertiwi mau
runtuh.
Lain pak Jali,beda dengan Tan Tian Liong ----- kami akrab menyebutnya pak Yoyong, tempat untuk curhat tentang wira usaha , peruntungan secara feng-sui, dan tak lupa beliau membuka wacana tentang ilmu sepuh islam kasundan. Biarpun sering kontra dengan ahli kimia asal Solo yang namanya berbau sundaland ; Endang Mintaraga, justru dari beliou berdua kami belajar kerukunan dalam dialog grengseng tingkat bumi langit. Sayang cita cita luhur mas Endang untuk mengabdikan diri di tengah petani Karang Anyar dengan pupuk organik dan teknik mengatasi tumro pada tanaman padi harus kandas. Tuhan memanggilnya diusia muda, sempat mewariskan formulasi rumus kimia pupuk organik dan teknik mengatasi tumro yang sampai hari ini masih kami simpan. ‘’ Tuhan….Rabb Alam, terimalah biliau sebagai perwira… walau kami sering dengan nada canda menggelari beliau komunis partikelir..’’
Sepotong kisah lagi dari banyak kisah, yang mendorong lahirnya tulisan ini. Sebut saja mas Gondrong , salah satu anggota jamaah MAIYAH,…’’.eh maksudnya jamaah majlis melek malem’’ yang sangat kentara hausnya terhadap segala ilmu. Anak muda berbakat main catur dan gitar, jebolan SLTP ndeso, berbisnis jamu pegal linu berbotol, keliling njajah desa melangkori. Pernah dikabarkan tewas karna kecelakaan di sebuah dusun pedalaman Pandeglang yang jalanya bertebing. Sobat satu ini memang saktinya minta ampun, kalau jamaah yang lain ngumpul dan melekan hanya malem jumaat, si Gondrong mengajakku melekan tiap malam biar cepat lulus sarjana.
Ada salah satu judul buku CN
‘’ INDONESIA BAGIAN DARI (yang merusak ) DESA SAYA. Bersama mas Gondrong kami merumuskan sebuah
antitesis ‘’ANYER BAGIAN DARI DESA
SAYA’’. Berangkat dari titik ini kami menggiatkan
kegiatan usaha masing masng agar berkembang
luas dan tidak dibatasi wilayah Anyer. Kami tengok kampung halaman
mempelajari potensi untuk ekplorasi dan kalau bisa tak melupakan kegiatan di
Anyer, ‘’gagah dalam cekaknya modal --------- ini yang namanya tidak paham skala
dan koordinat, yaa kan….? ‘’
Singkat cerita mulai th 2005 satu demi satu perwira kami mulai
menyebar ke berbagai daerah. Ngawi
adalah bumi kelahiran sekaligus palagan
baru bagi si jabangbayi Gondrong setelah digodog di Baten dalam rentang waktu
tak kurang 10 tahun. ‘’ Sorii …. Tak ada
istilah pulang kampung bagi kami kalau berkonotasi pensiun kerja atau kalah perang di perantauan.’’ Dengan modal tekad di tahun 2007 ku
amanatkan bendera WK untuk dikibarkan di
Desa Pojok, Kwadungan, Ngawi. Gondrong
bermetamorfose menjadi Nardi Wijaya, WK di kreatifi menjadi WEKA EXPRES GROSIR. Mengawali dari modal nol kilometer dalam
waktu singkat 3 tahun mencapai nilai asset yang fantastik untuk ukuran kami ---
one melion.
Sayang kejayaan tak bertahan lama, dalam waktu singkat tak
sampai 5 tahun WEKA tumbang meninggalkan hutang hampIr setengah M. Bisa jadi weka tidak diperkenankan oleh Tuhan menyandingkan
kata EXPRES. Jadi WK wae…titik. Kaprawiran adalah jalan sunyi yang panjang.
Mengamati lahirnya WARO
KAPRAWIRAN MADIUN RAYA dimana mas Nardi
Wijaya ikut terlibat menjadi penggiat di dalamnya, membuat penulis sedikit meneteskan air mata.
Di tengah perjalanan panjang melelahkan ada harapan semoga Nardi Wijaya mampu
menyumbangkan hal kecil yang bemakna untuk dapur WK. ‘’ Ndrong ……. Kau ingatkah kisah Baratayuda
dimana Arya Seta mati berdiri? Dan ingat
pesan pak Toto Raharjo , jangan terlalu banyak ke langit !’’
Tulisan ini masih kental rasa langit sebelum sedikit membahas
‘’GRIYA SENI AKUPUNTUR’’. Membicarakan
Majlis Melek Malem tanpa menyinggung Griya Seni Akupuntur ibarat ngrasani janda
muda yang baru pisah ranjang tapi setatus belum cerai. ‘’ jawane
awang-awangen’’. Tidayayk melangit tdak
membumi.
Griya Seni Akupuntur [ GSA] adalah
kegiatan pengobatan alternatif untuk umum yang lahir dari diskusi diskusi di
3M. Merupakan mata anak panah untuk menjangkau dan menyapa masyarakat secara
langsung. Daya jangkaunya hingga radius puluhan bahkan ratusan kilometer. GSA
berada di pinggiran kota Anyer , selain masyarakat sekitar banyak pula di akses
pasien dari luar daerah, seperti Labuan,
Pandeglang, Rangkas, Tangerang, Bogor, Jakarta bahkan Bandar Lampung.
Ilmu ilmu yang didapat dari
guru imajiner Eyang Nun, menjadi dasar etika pelayanan GSA. Diantaranya
meniadakan peristiwa transaksi dan mengutamakan paseduluran dalam pelayanan.
Mungkin yang saat ini kita sebut dengan
ilmu maiyah.
Harapan penulis semoga suatu hari nanti GSA mnendapatkan kesempatan penggodokan lagi dari dapur Maiyah agar lebih matang dan tajam menjadi mata anak panah. Hanya inilah sesaji kami untuk Tuhan dan bakti kami kepada mbah Nun.
Anyer 1 oktober 2015.
Oleh ; Wahyu Sunarto for Nardi Wijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar