Jumat, 13 Mei 2016

"EMBRIO KAPRAWIRAN DARI UJUNG BARAT PULAU JAWA"

Berangkat dari membaca buku ‘’SLILIT SANG KIAI’’  awal tahun 90an penulis mulai terasuki terror pemikiran pemikiran  Emha Ainun Najib.  Tulisan tulisan beliu terus mengusik hati dan pikiran, mengamiini sebagai bentuk idiologi sambil terus memantau aktualisasi seorang Emha di tengah Indonesia. Belajar dengan melihat pengalaman selama ini dimana seorang aktivis menjadi memble ketika masuk pusaran kekuasaan .  Hal ini yang mendasari untuk tidak begitu saja percara kepada seorang figure.


    Reformasi 1998 menjadi moment yang sangat meyakinkan bagi pribadi penulis untuk menghancurkan kesangsian terhadap seseorang yang kini ku hormati sebagai mbah Nun, manusia yang sungguh mampu mengebiri sahwat kekuasaan dan populeritas.   Petuah petuah imajiner beliau terus menuntun laku dan langkah ketengah masyarakat. Mimpi dicuekin atau dimarahi mbah Nun adalah sebuah fakta batin yang layak direnungi untuk memperbaiki diri terus menerus. Alhamdulillah sampai hari ini untuk sekedar menghaturkan sungkem secara seksamapun belum bisa keturutan.

    ‘’Menyapa’’ … sebuah kata pusaka  dari mbah Nun sebagai modal pertama untuk turun ditengah masyarakat. Urap dan urup sambil terus sinau skala dan koordinat. Mendifinisi ulang nilainilai agar tetap lekat dalam diri dan diserbuksarikan ke tengah lingkungan. Hatihati, cermat, kalau perlu waskita menghadapi padatan padatan ditengah masyarakat adalah satu hal yang mendasari setiap langkah, kalau tak ingin patah arang di kemudian hari.


    Majlis Melek Malem [3M] lahir awal th 2000an merupakan wadah kecil yang kami selenggarakan setiap malam jum’at di Anyer, Banten. Tempat kami berkumpul sinau bareng tentang hidup. Dihadiri oleh; tukang somay, bakul jamu keliling, pegawai hotel, karyawan pabrik, dirut sebuah BUMN, Ahli Kimia, Kontraktor bangkrut, sopir angkot, pemuda yang tengah kuliah hingga yang baru mentas SLTA, d’mal [dan masih ada lagi]. Mengalir  tanpa ada formalitas, menggali nilai keberagamaan , memecahkan problem problem kewirausahaan dan tak lupa kami guyon dan latihan ngguyu dewe. Sungguh majlis kecil yang serasa oase. Masing masing anggota jamaah 3M membiasakan merentang telapak tangannya sediri menengok garis tangan untuk ditafsir sebagai guratan perjalanan takdir yang harus terus ditempuh tanpa boleh dipenggal oleh keputusasaan.


     Sepotong kisah dari seorang anggota jamaah 3M;  sebut saja namanya pak Jali, lari merantau dari Boyolali ke Anyer karena kebangkrutan usahanya, menyambung hidup bersama keluarga dengan berjualan cilok keliling. Hingga bertahun nasib baik belum juga kunjung menghampiri, bank plecit masih terus membelenggu langkah kaki, sampai suatu ketika majikjar [tempat nasi] pun ditumplek isinya oleh tukang kredit keliling untuk disita sebagai jaminan utang. Istrinya dirayu untuk disetubuhi sebagai ganti pelunasan utang. ‘’astagfirullah’’ .   ‘’urip kudu perwira’’ begitu prinsip pak Jali yang sering melantunkan dan medar tembang tembang mocopat kala berkumpul di 3M. Dan puji Tuhan dengan kaprawirannya kini beliau sudah mampu mandiri dengan beternak ayam sayur tanpa ngrusuhi pemerintah RI.  Jangan bayangkan pak Jali  sebagai kasatria yang berdedek piadek gagah pideksa, lelaki paruh baya dengan empat anak ini berperawakan kecil agak tinggi kulit nyawobosok rambut selalu cepak mirip Eddy Murpy. Walau bukan vegetarian ia akan muntah kalau dipaksa makan daging dan segala jenis ikan. Datanglah padanya untuk belajar tetap bisa ketawa walau langit diatas bumi pertiwi mau runtuh.

     Lain pak Jali,beda dengan Tan Tian Liong ----- kami akrab menyebutnya pak Yoyong, tempat untuk curhat tentang wira usaha , peruntungan secara feng-sui, dan tak lupa beliau membuka wacana tentang ilmu sepuh islam kasundan. Biarpun sering kontra dengan ahli kimia asal Solo yang namanya berbau sundaland ; Endang Mintaraga, justru dari beliou berdua kami belajar kerukunan dalam dialog  grengseng tingkat  bumi langit. Sayang cita cita luhur mas Endang untuk mengabdikan diri di tengah petani Karang Anyar dengan pupuk organik dan teknik mengatasi tumro pada tanaman padi harus kandas. Tuhan memanggilnya diusia muda, sempat mewariskan formulasi rumus kimia pupuk organik dan teknik mengatasi tumro yang sampai hari ini masih kami simpan. ‘’ Tuhan….Rabb Alam, terimalah biliau sebagai perwira… walau kami sering dengan nada canda menggelari beliau komunis partikelir..’’


     Sepotong kisah lagi dari banyak kisah, yang mendorong lahirnya tulisan ini. Sebut saja mas  Gondrong , salah satu anggota jamaah MAIYAH,…’’.eh maksudnya jamaah majlis melek malem’’ yang sangat kentara hausnya terhadap segala ilmu.  Anak muda berbakat main catur dan gitar, jebolan SLTP ndeso, berbisnis jamu pegal linu berbotol,  keliling njajah desa melangkori. Pernah dikabarkan tewas karna kecelakaan di sebuah dusun pedalaman Pandeglang yang jalanya bertebing. Sobat satu ini memang saktinya minta ampun, kalau jamaah yang lain ngumpul dan melekan hanya malem jumaat, si Gondrong mengajakku melekan tiap malam biar cepat lulus sarjana.


     Ada salah satu judul buku CN ‘’ INDONESIA BAGIAN DARI (yang merusak ) DESA SAYA.  Bersama mas Gondrong kami merumuskan sebuah antitesis   ‘’ANYER BAGIAN DARI DESA SAYA’’.   Berangkat dari titik ini kami menggiatkan kegiatan usaha masing masng agar berkembang  luas dan tidak dibatasi wilayah Anyer. Kami tengok kampung halaman mempelajari potensi untuk ekplorasi dan kalau bisa tak melupakan kegiatan di Anyer, ‘’gagah dalam cekaknya modal --------- ini yang namanya tidak paham skala dan koordinat,  yaa kan….? ‘’

     Singkat cerita  mulai th 2005 satu demi satu perwira kami mulai menyebar ke berbagai daerah.  Ngawi adalah bumi kelahiran  sekaligus palagan baru bagi si jabangbayi Gondrong setelah digodog di Baten dalam rentang waktu tak kurang 10 tahun.  ‘’ Sorii …. Tak ada istilah pulang kampung bagi kami kalau berkonotasi pensiun kerja  atau kalah perang di perantauan.’’   Dengan modal tekad di tahun 2007 ku amanatkan bendera WK  untuk dikibarkan di Desa Pojok, Kwadungan, Ngawi.  Gondrong bermetamorfose menjadi Nardi Wijaya, WK di kreatifi menjadi WEKA EXPRES GROSIR.  Mengawali dari modal nol kilometer dalam waktu singkat 3 tahun mencapai nilai asset yang fantastik untuk ukuran kami --- one melion.

     Sayang kejayaan  tak bertahan lama, dalam waktu singkat tak sampai 5 tahun WEKA tumbang meninggalkan hutang hampIr setengah M.  Bisa jadi weka  tidak diperkenankan oleh Tuhan menyandingkan kata EXPRES. Jadi WK wae…titik. Kaprawiran adalah jalan sunyi yang panjang.

     Mengamati lahirnya WARO KAPRAWIRAN MADIUN RAYA dimana mas Nardi  Wijaya ikut terlibat menjadi penggiat di dalamnya,  membuat penulis sedikit meneteskan air mata. Di tengah perjalanan panjang melelahkan ada harapan semoga Nardi Wijaya mampu menyumbangkan hal kecil yang bemakna untuk dapur WK.  ‘’ Ndrong ……. Kau ingatkah kisah Baratayuda dimana Arya Seta mati berdiri?  Dan ingat pesan pak Toto Raharjo , jangan terlalu banyak ke langit !’’

     Tulisan ini masih  kental rasa langit sebelum sedikit membahas ‘’GRIYA SENI AKUPUNTUR’’.  Membicarakan Majlis Melek Malem tanpa menyinggung Griya Seni Akupuntur ibarat ngrasani janda muda yang baru pisah ranjang tapi setatus belum cerai. ‘’ jawane awang-awangen’’.   Tidayayk melangit tdak membumi.


     Griya Seni Akupuntur [ GSA] adalah kegiatan pengobatan alternatif untuk umum yang lahir dari diskusi diskusi di 3M. Merupakan mata anak panah untuk menjangkau dan menyapa masyarakat secara langsung. Daya jangkaunya hingga radius puluhan bahkan ratusan kilometer. GSA berada di pinggiran kota Anyer , selain masyarakat sekitar banyak pula di akses  pasien dari luar daerah, seperti Labuan, Pandeglang, Rangkas, Tangerang, Bogor, Jakarta bahkan Bandar Lampung.


    Ilmu ilmu yang didapat dari guru imajiner Eyang Nun, menjadi dasar etika pelayanan GSA. Diantaranya meniadakan peristiwa transaksi dan mengutamakan paseduluran dalam pelayanan. Mungkin yang saat  ini kita sebut dengan ilmu maiyah.

     Harapan penulis semoga suatu hari nanti GSA mnendapatkan kesempatan penggodokan lagi dari dapur Maiyah agar lebih matang dan tajam menjadi mata anak panah. Hanya inilah sesaji kami untuk Tuhan dan bakti kami kepada mbah Nun.

    

     Anyer 1 oktober 2015.  
Oleh ; Wahyu Sunarto for Nardi Wijaya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar